“Kisah sukses pemanfaatan daun kelor dalam pengentasan stunting di NTT seharusnya bisa diterapkan di berbagai daerah lainnya di Indonesia,” kata Lestari Moerdijat di Jakarta, Jumat.25/6
Keberhasilan pengentasan stunting di satu daerah, kata dia, harus mampu diduplikasi di sejumlah daerah lainnya. Partisipasi aktif semua pihak sangat perlu untuk mendorong percepatan pengentasan stunting di berbagai daerah.
Lestari mengemukakan hal itu ketika menerima kunjungan 1.000 Days Fund, lembaga swadaya masyarakat yang fokus menangani stunting di rumah dinas Wakil Ketua MPR RI, Denpasar Raya Jakarta Pusat.
Pada kesempatan itu, tim 1.000 Days Fund menceritakan pengalamannya dalam membangun sejumlah stunting center for excellence di sejumlah kabupaten di NTT.
Kementerian Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada awal tahun ini bahwa prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4 persen pada tahun 2021 menjadi 21,6 persen pada tahun 2022. Pemerintah menargetkan angka prevalensi stunting mencapai 14 persen pada tahun 2024.
Menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, upaya menduplikasi kesuksesan penanganan stunting di satu daerah bisa menjadi acuan untuk mempercepat pengurangan prevalensi stunting di sejumlah daerah lainnya.
“Tentu saja dengan sejumlah penyesuaian dengan kondisi daerah masing-masing,” ujarnya.
Selain itu, peran aktif para pemangku kepentingan di sejumlah daerah sangat dibutuhkan dalam membangun kesadaran masyarakat terkait dengan pentingnya mengonsumsi makanan bergizi seimbang sejak dini.
Dengan keterlibatan dari berbagai pihak, dia sangat berharap akan terbentuk kader-kader penggerak di daerah-daerah, yang memiliki kepedulian untuk mengentaskan warga di lingkungan tempat tinggal mereka dari ancaman stunting.
Rerie mendorong upaya pengentasan stunting menjadi sebuah gerakan nasional dalam rangka mewujudkan anak bangsa yang tangguh dan berdaya saing agar mampu menjawab berbagai tantangan pada masa depan. ( ar/wan)