Surabaya (MediaKoranNusantara.com) – Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak berharap Raperda Pengelolaan Sampah Regional dapat mendorong serta memicu dan memacu tindak lanjut dari rencana pengembangan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Regional di Jawa Timur.
Dimana berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang dan Rencana Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031, telah ditetapkan 8 rencana pengembangan TPAS Regional di Jatim, yakni TPAS Kabupaten Gresik yang melayani Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Gresik, Malang Raya yang melayani Kota Malang, Kota Batu dan Kabupaten Malang, dan Mojokerto yang melayani Kota Mojokerto dan Kabupaten Mojokerto.
Kemudian TPAS Madiun yang melayani Kota Madiun dan Kab. Madiun, Kediri yang melayani Kota Kediri dan Kab. Kediri, Blitar yang melayani Kota Blitar dan Kab. Blitar, Pasuruan yang melayani Kota Pasuruan dan Kab. Pasuruan, dan Probolinggo yang melayani Kota Probolinggo dan Kab. Probolinggo.
“Rencana pengembangan 8 TPAS tersebut sampai dengan saat ini belum terealisasi, sehingga diharapkan bahwa Raperda ini nantinya dapat memicu dan memacu tindak lanjut dari rencana pembangunan TPAS Regional tersebut,” kata Emil, sapaan lekatnya saat menghadiri Sidang Paripurna di DPRD Provinsi Jatim, Jl Indrapura Surabaya, Kamis (25/11/2021).
Emil mengatakan, Raperda ini juga perlu segera ditetapkan guna mendukung kebijakan Pemerintah Pusat dan juga rencana pembangunan Provinsi Jawa Timur sendiri terkait dengan pengelolaan sampah regional.
“Dimana dalam Perpres 80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gerbangkertosusilo dan Kawasan Bromo – Tengger – Semeru, serta Kawasan Selingkar Wilis dan Lintas Selatan, juga diatur Rencana TPAS Regional, yakni di Kab/Kota Kediri, Kab/Kota Blitar, dan Kab/Kota Probolinggo,” terangnya.
Menurutnya, Raperda ini diusulkan untuk menggantikan Perda Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Sampah Regional Jawa Timur. Hal ini dikarenakan Perda Nomor 4 Tahun 2010 tersebut dirasa tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan dan perkembangan hukum.
“Oleh karena itu dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan dan perkembangan hukum dimaksud, Raperda ini disusun dengan lebih komprehensif untuk menjawab permasalahan pengelolaan sampah yang belum diatur sebelumnya,” katanya.
Beberapa hal yang diatur dalam raperda ini antara lain meliputi keterbatasan lahan di perkotaan, keterbatasan biaya operasional dan manajerial, keterbatasan teknologi, beban pengelolaan yang terus meningkat, timbulan sampah yang terus meningkat, keterbatasan armada pengangkut, keterbatasan sumber daya manusia dan kelembagaan pengelolaan sampah regional.
Lebih lanjut Emil mengatakan, berdasarkan data pada Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional tahun 2020, timbulan sampah di Jawa Timur yang berasal dari 32 Kab/Kota sejumlah 5.719.360,64 ton/tahun.
Kemudian untuk pengurangan sampah sebesar 14,81% atau sejumlah 847.276,93 ton/tahun, sedangkan sampah yang terkelola sebesar 54,91% atau sejumlah 3.140.310,48 ton/tahun. Sehingga sampah yang tidak terkelola sebesar 45,09% atau sejumlah 2.579.050,16 ton/tahun.
“Hal ini berarti masih banyak sampah yang belum tertangani dengan baik dan ini menjadi persoalan yang harus segera kita selesaikan bersama,” terang Emil.
Ditambah, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dalam lampirannya menyatakan bahwa dalam urusan pemerintahan bidang lingkungan hidup serta urusan bidang pekerjaan umum dan tata ruang, pemerintah provinsi mempunyai kewenangan penanganan sampah di TPA/TPST dan pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan regional.
Sedangkan dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, diatur mengenai kewenangan provinsi dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, diantaranya menetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah sesuai dengan kebijakan Pemerintah, memfasilitasi kerja sama antar daerah dalam satu provinsi, kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan sampah.
Sementara itu, terkait ruang lingkup pengelolaan sampah dalam Raperda ini sendiri meliputi sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah spesifik, menurutnya hal ini sangat mungkin untuk bersinggungan dengan kewenangan kabupaten/kota, maka dalam pengaturannya perlu dilakukan secara cermat dan hati-hati agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
Tidak hanya itu, dalam Raperda disebutkan bahwa ketentuan mengenai pengelolaan tinja, sampah spesifik dan limbah bahan berbahaya dan beracun diatur dalam Peraturan Daerah tersendiri.
Untuk itu diharapkan Raperda ini dapat sekaligus mengatur mengenai ketiga hal tersebut dengan pertimbangan diantaranya saat ini Pemprov Jatim sedang dalam proses pembangunan pusat pengelolaan sampah dan limbah bahan berbahaya dan beracun di Desa Cendoro Kecamatan Dawar Blandong Kabupaten Mojokerto.
“Sehingga saat ini merupakan moment yang tepat untuk memberikan dasar hukum mengenai ketentuan bagaimana mengelola sebuah pusat pengelolaan sampah dan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang aman dan memberikan dampak positif bagi masyarakat, mengingat besarnya potensi limbah bahan berbahaya dan beracun yang dihasilkan oleh Jawa Timur,” pungkasnya. (KN01)