Surabaya (KN) – Adanya wacana pemberian kursus pra nikah pada pasangan yang hendak melangsungkan pernikahan, disambut positif oleh Kantor Kementerian Agama Wilayah Provinsi Jawa Timur (Kanwil Kemenag Jatim). Hal tersebut merupakan salah satu cara untuk menekan angka perceraian yang tiap tahunnya kian meningkat.Kepala Kanwil Kemenag Jatim, Mahfud Shodar menilai wacana yang dimunculkan Menteri Agama, Lukman HakimSaifuddin itu merupakan usulan yang tepat. Menurutnya pemberian kursus pra nikah pada calon pasangan suamiistri turut menambah wawasan dan kedewasaan mengenai rumah tangga.
“Saya cukup prihatin dengan meningkatnya angka perceraian. Kursus atau semacam pelatihan pra nikah menjadisangat penting bagi mereka yang hendak menikah. Terutama bagi generasi muda, sehingga diharapkan dapat lebihsiap mengarungi bahtera rumah tangga,” katanya dikonfirmasi Jumat (13/11/2015).
Ke depan, selain kursus pra nikah, pemerintah melalui Kemenag dapat menformulasikan pemberian sertifikat padacalon pasangan suami istri. Setelah mendapatkan kursus dan pembekalan, maka selanjutnya disahkan dengansertifikat agar lebih meyakinkan. “Mungkin nantinya aka nada semacam sertifikat, jadi sebelum nikah harus punyasertifikat pra nikah,” ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan pihaknya sedang serius membenahipernikahan, khususnya terkait dengan kesiapan pasangan yang akan menikah. Hal ini menjadi perhatian seriusKemenag sehubungan dengan terus meningkatnya angka perceraian serta kekerasan dalam rumah tangga yangjuga mudah terjadi.
”Ke depan, kita akan mengadakan kursus persiapan pernikahan. Jadi yang hendak nikah, harus mempunyaisertifikat nikah. Kursus ini bisa diselenggarakan oleh siapa saja, dengan catatan, kurikulum, silabi dan materinyasesuai aturan. Ke depan, lak-laki harus tahu fungsi suami dan perempuan paham fungsi istri,” jelasnya.
Terkait angka perceraian ini, Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga memberikan perhatian khusus. Wakil GubernurJawa Timur, H Saifullah Yusuf (Gus Ipul) mengatakan pihaknya telah melakukan upaya-upaya untuk menekan jumlah angkaperceraian. Salah satunya adalah meminta kepada Kantor Urusan Agama (KUA) untuk memperketat proses mediasisehingga mampu menekan jumlah perceraian yang ada.
Gus Ipul menuturkan, perceraian akan membawa dampak buruk pada anak-anak setiap pasangan suami istri, terutama masalah psikologis. Risiko terbesar yang dialami anak yaitu trauma yang berkelanjutan. “Jelas kalau terjadi perceraian yang rugi adalah anak-anak. Mereka akan terpengaruh secara psikologis dan tertekan,” tandasnya.
Di Jawa Timur angka perceraian meningkat setiap tahunnya. Pada 2011, perceraian di Jawa Timur tercatat mencapai 25.907 kasus, kemudian meningkat di tahun 2012 mencapai 27.425 kasus. Dan pada 2013 menjadi 74.777 kasus dan pada 2014 meningkat lagi menjadi 81.672 kasus perceraian. Tahun ini diperkirakan mencapai 100 ribu kasus. (rif)