KORAN NUSANTARA
Headline indeks Jatim

Turunya Harga BBM Tak Pengaruhi Perubahan Tarif Penumpang Bus

ilustrasi-busSurabaya (KN) – Meski harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sudah turun mulai 1 Januari 2015, premium yang awalnya Rp 8.500 per liter turun menjadi Rp 7.600, sementara solar turun dari Rp 7.500 menjadi Rp 7.250. Namun DPD Organda Jatim menyatakan turunya harga BBM tersebut tidak mempengaruhi perubahan tarif penumpang. Dalam hal ini, operator dan Pengusaha Otobus (PO) menerapkan tarif bus berdasarkan pada tarif batas bawah dan tarif batas atas.

Wakil Ketua Organda Jatim, Firmansyah Mustafa, di Surabaya, Selasa (6/1/2015) mengatakan, harga BBM yang terbaru ini tidak berdampak pada perubahan tarif penumpang. Hal itu dikarenakan beberapa hal di antaranya harga barang suku cadang bus yang sudah terlanjur naik saat sebelum ditetapkan BBM naik. “Sebenarnya harga BBM ini tidak turun, tapi bagi kami ini harga BBM direvisi.

“Solar yang cuma turun Rp 250 dari Rp 7.500 menjadi Rp 7.250 per liter, angka ini dianggap kurang berarti jika dibandingkan dengan kenaikan harga sparepart dan ban bus yang naik disaat BBM diwacanakan akan naik bahkan kembali naik saat BBM ditetapkan secara resmi oleh pemerintah,” ujarnya.

Dia menjelaskan, pada 20 November 2014 lalu, Gubernur Jatim telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 74 Tahun 2014 tentang Tarif jarak batas atas dan batas bawah angkutan penumpang Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP). Keluarnya pergub ini menyikapi naiknya harga BBM per 18 November 2014. “Karena sudah ada tarif batas bawah dan tarif batas atas maka harga bermainnya ya tetap disitu, meski harga BBM turun,” terangnya.

Firmansyah menuturkan, langkah yang dilakukan PO maupun operator bus saat BBM direvisi baru ini, PO bus cenderung menggunakan tarif batas tengah saja. Artinya, masih menggunakan aturan pemerintah yang menetapkan tarif batas atas maupun tarif batas bawah.

“Kami selama ini masih menggunakan tarif batas tengah menginggat load faktor penumpang bus hanya dibawah 50 persen itu dirata-ratakan. Menggunakan tarif tengah saja jumlah penumpangnya tidak sampai 50 persen, apalagi kalau tarif batas atas bisa-bisa tidak ada penumpang,” katanya.

Dengan berkurangnya jumlah penumpang, kata Firmansyah, sejumlah PO melakukan efisiensi operasional bus dengan mengkandangkan bus. Perbandingannya, yang beroperasi 60 persen bus dengan load faktor dibawah 50 persen, sementara bus yang dikandangkan atau diparkir digarasi sekitar 40 persen. “Idealnya, bus yang beroperasi 80 persen dengan memiliki load faktor penumpang sekitar 70 persen,” tuturnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, untuk teknis di lapangan, pihak organda menyerahkan besarnya tarif angkutan umum yang dikutip kepada operator dan PO. Karena tarif yang berlaku saat ini, tidak melebihi tarif batas atas yang ada ditentukan. Hal itu dilakukan, jika ada penyeragaman tarif maka pihaknya khawatir nanti akan ditegur oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang dianggap melakukan praktek kartel. “Makanya terserah operator dan PO saja,” imbuhnya. (rif)

Related posts

Jaksa Agung pastikan Restorative Justice tidak jadi Ladang Keuntungan Jaksa

Enam Saksi Kasus Suap Proyek di APBD Papua di Periksa KPK

Soekarwo Inginkan Aklamasi Muscab Partai Demokrat Surabaya

kornus