Kitakyushu (KN) – Kota Kitakyushu Jepang berhasil dalam pengelolaan sampah hingga dapat di recycle untuk barang-barang yang berguna. Masyarakat Kitakyushu memerlukan waktu hampir 30 tahun, karena harus dimulai dari penanaman kesadaran warganya,” kata staf direktur Eco Town Kitakyushu, Ogata pada wartawan Surabaya, awal akhir September 2015 lalu.Ogata memaparkan, latar belakang kotanya menggalakkan konsep eco-town karena beberapa faktor yang dianggap krusial. Di antaranya sumber daya alam yang menipis, isu global warming yang semakin menjadi mimpi buruk bagi Kota Kitakyushu, serta pengolahan sampah.
Program eco-town di Kitakyushu digalakkan mulai tahun 1990, konsep dasar eco-town itu sendiri ada tiga. Yaitu, Recycle atau mendaur ulang sampah, Reduce, dalam arti kita harus dapat mengurangi jumlah sampah yang ada tiap tahunnya. Dan Reuse, dalam arti sampah yang telah diproses tadi dapat dimanfaatkan kembali.
Ketika program tersebut telah berhasil dilakukan, banyak warga masyarakat Kitakyushu yang ikut memilah-milah sampah dan mendaur ulang sampah.
“Ada tiga pilar penting dalam menciptakan program eco-town. Yaitu, edukasi, teknologi, dan komersialisasi. Ketiga pilar tersebut saling berkaitan dan saling bersinergis satu sama lain,” katanya.
Ogatha menjelaskan, ada 26 daerah di Jepang yang telah menerapkan program eco-town. Selain itu, saat ini ada 25 sektor bidang industri yang telah melakulan langkah ini.
Konsep ini menerapkan spesialisasi pengolahan sampah di tiap-tiap daerah. Contohnya di Tokyo, karena memiliki bangunan konstruksi yang tinggi, maka efeknya banyak sampah sisa bangunan yang ada di daerah tersebut.
Sedangkan di Kota Kitakyushu ada 6 daerah dan saat ini ada 10 laboratorium khusus yang digunakan untuk tempat penelitian yang diperuntukkan khusus mengolah sampah.
Untuk hasil bahan yang dapat di recycle, pengelolaan fasilitas tersebut telah dipercayakan pada pihak swasta. Tugas negara hanya mendorong bagaimana program tersebut dapat berjalan dan ketika sudah berhasil, maka masil dari proses tersebut bukan milik negara lagi.
Sedangkan sampah sampah hasil program eco-town juga dapat digunakan sebagai bahan material reklamasi. Tepatnya di daerah yang menghubungkan daerah Kyushu dan Honsyu.
Maka sangat tepat jika Pemerintah Kota Surabaya melakukan kerjasama Sister City dengan Kitakyushu, Jepang, khususnya dalam bidang lingkungan. Sebab, dalam bidang lingkungan, Surabaya masih perlu belajar banyak pada kota industri di Jepang Selatan yang ramah lingkungan ini. Padahal, sebelumnya Kitakyushu pernah mengalami pencemaran sangat parah hingga dijuluki ‘Kota Asap’.
Sejak MoU kerjasama Green Sister City ditandatangani Walikota Surabaya Tri Rismaharini dan Walikota Kitakyushu Kenji Kitahashi, pada 12 November 2013, di Kota Surabaya, sudah banyak gebrakan dilakukan. Diantaranya adalah pilot project pengelolaan sampah dengan pembangunan fasilitas pemilahan sampah di Depo Sutorejo pada 2013, kerjasama dalam survey awal diseminasi teknologi usaha kecil menengah untuk pendaurulangan, pengolahan, serta pengomposan sampah di Surabaya pada 2013. Selain itu, Kota Kitakyushu juga kerjasama denga Kota Surabaya penelitian dalam rangka penyediaan dan peningkatan kualitas air minum yang aman bagi masyarakat Surabaya pada 2014.
Hasil kerjasama sister city ini pun sekarang sudah mulai bisa dirasakan oleh masyarakat Kota Surabaya. Seperti proyek pemilahan sampah di Depo Sutorejo yang mampu menurunkan volume sampah. Depo yang didanai pemerintah Jepang sebesar Rp 7 miliar ini tiap hari bisa menampung sekitar 12 hingga 14 ton sampah. Sampah tersebut kemudian dipilah-pilah menjadi tiga kategori, yakni sampah untuk bahan kompos, sampah kering, dan sampah tak terpakai yang dibuang ke TPA Benowo.
Di Kitakyushu, Jepang, sampah yang ada pun dipilah-pilah. Seperti yang dilakukan di Beetle Nishihara Co, Ltd. Bedanya, meskipun volume sampahnya mencapai 60 ton per hari atau 20 truk per hari (satu truk 3 ton sampah), tetapi proses penanganannya jauh lebih cepat. Ini tak lepas dari besarnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah, mulai sampah rumah tangga, restoran, atau industri.
Ketika dibuang di tempat pembuangan sampah (TPS), kondisinya sudah dipilah-pilah sesuai jenisnya, seperti botol plastik, botol kaca, kaleng, sampah kardus, atau sampah lainnya.“Petugas kami tinggal mengambil dan mengangkut pakai truk. Kebetulan kami hanya menangani sampah anorganik seperti botol plastik, botol kaca, kaleng, dan kardus. Sedang sampah organik ditangani pemerintah,” kata Koichiro Eguchi, Kepala Bagian Pengembangan Beetle Nishihara Co, Ltd, kepada rombongan wartawan Surabaya yang berkunjung ke Kitakyushu, 30 September hingga 2 Oktober 2015 lalu.
Buat Proyek Pembangkit Listrik dari Sampah
Pemerintah Kitakyushu Jepang juga akan membuat pabrik insicerator disekitar wilayah Surabaya dan kota-kota sekitarnya. Sampah kota yang dikumpulkan akan dari Kota Surabaya akan dibakar di insicerator tersebut dan akan menghasilkan listrik. Selain itu pemerintah Jepang juga mengembangkan master plan pada pembangunan limbah dari wilayah Surabaya dan kota-kota sekitarnya. (anto)
Foto: Beetle Nishihara Co, Ltd