KORAN NUSANTARA
indeks Surabaya

Terkatung-Katungnya Raperda RTRW Menimbulkan Reaksi Keras Anggota DPRD Surabaya

Surabaya, (KN) – Masih belum jelasnya nasib Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya kembali menimbulkan reaksi keras dari anggota DPRD Surabaya. Kalangan wakil rakyat di DPRD Surabaya berharap, setidaknya pada tanggal 8 Nopember nanti RTRW Kota Surabaya sudah disahkan.

“Harapan saya bisa secepatnya, karena semakin cepat RTRW Surabaya disahkan otomatis kerancuan kebijakan pembangunan dapat dihilangkan,” ujar Reni Astuti, Anggota Komisi C DPRD Surabaya.

Reni mengungkapkan, terkatung-katungnya perda RTRW lantaran terjadinya tarik ulur antara Pemkot dengan Pemerintah Pusat. Ini terkait dengan rencana pembangunan jalur bebas hambatan menjadi pemicunya. Dalam revisi Perda RTRW, Pemkot tetap pada pendiriannya untuk membuat rencana jalur bebas hambatan dari kawasan Menanggal hingga Perak. Sedangkan pusat, dalam hal ini Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) meminta pembangunan jalur Waru-Perak melewati kawasan Wonokromo.

“Senin lalu memang ada pembahasan di Banmus tentang surat tembusan Walikota tentang revisi RTRW. Pemkot tetap mengajukan jalur bebas hambatan Menanggal-Perak. BKPRN meminta agar RTRW Surabaya mematuhi Rencana Tata Ruang Nasional dengan pembangunan jalur bebas hambatan Menanggal-Wonokromo-Perak,” kata Reni.

Menyikapi keputusan ini, Reni mengusulkan agar Pemkot Surabaya dengan Pemerintah Pusat untuk kembali duduk bersama melakukan pembahasan. Sebelumnya Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengembalikan draft RTRW Kota Surabaya.

Pemprov menilai perda RTRW Kota Surabaya belum mendapatkan persetujuan substantif dari Kementerian Pekerjaan Umum. Pemerintah pusat melalui BKPRN juga telah meminta agar Pemkot melakukan revisi atas draft RTRW sebagai syarat untuk mendapatkan persetujuan substantif Kementerian PU.

Pemkot Surabaya sendiri telah mengajukan draft revisi RTRW melalui Surat Walikota nomor 180/5565/416.1.2/2012. Surat ini salah satunya mengajukan usulan pembangunan jalur bebas hambatan bisa dilaksanankan, namun tidak melalui Wonokromo.

“Selain masalah jalur bebas hambatan, yang menjadi dasar lain persetujuan pusat tidak segera turun lagi adalah permintaan revisi dari BKPRN terkait pengembalian pasal wilayah konservasi yang sempat dihilangkan Pemkot,” pungkas Reni.

Sementara anggota Komisi C lainya, Agus Santoso, menilai keputusan pemerintah kota yang menyerahkan draff RTRW tanpa diketahui anggota legislatif menjadi preseden buruk bagi proses pengesahan produk hukum di Surabaya. Menurutnya, kendati perda RTRW sudah disahkan DPRD, kemudian dikembalikan Gubernur, tetap menjadi produk hukum bersama. Karenanya jika ada penyempurnaan, maka DPRD juga harus dilibatkan.

“Atas dasar apa Pemkot berani mengajukan draf penyempurnaan? Mestinya kita harus diajak bicara dulu karena Perda pernah disahkan di DPRD,” kata Agus Santoso.

Untuk diketahui, pada 11 Oktober 2012 Pemkot Surabaya sudah mengajukan draf Raperda ke Pemerintah Pusat. Draf Raperda itu dilayangkan ke Direktur Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum, paska dikembalikannya Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya oleh Gubernur Jawa Timur. Inti surat tersebut adalah menyampaikan penyempurnaan draf Raperda agar mendapatkan persetujuan substansi. (anto)

 

Foto : Reni Astuti

Related posts

Budidaya Maggot Lalat Krembangan, Ditarget Ekspor hingga 6 Ton Perhari

kornus

Warga Bulak Bandarejo Ucapkan Terima Kasih Atas Perjuangan dan Bantuan Armuji

kornus

2016 Kasus Kriminalitas Di Jatim Menurun, Kasus Korupsi Meningkat 300 Persen

kornus