Surabaya (MediaKoranNusantara.com) – Kasus stunting di Kota Surabaya, Jawa Timur, menurun drastis. Ini tercatat selama 2 tahun terakhir, kasus stunting di Kota Pahlawan mengalami penurunan signifikan dengan persentase lebih dari 90 persen.
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mencatat, data pada tahun 2020, prevalensi stunting di Kota Surabaya mencapai angka 12.788 kasus. Angka tersebut, turun drastis pada tahun 2021 menjadi 6.722 kasus. Selanjutnya pada tahun 2022 per bulan Juli, stunting kembali turun menjadi 1.219 kasus.
Hal itu sebagaimana disampaikan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi usai membuka kegiatan Rembuk Stunting tingkat kota di Gedung Convention Hall, Jalan Arif Rahman Hakim Surabaya, Selasa (30/8/2022).
“Jadi sebenarnya kemarin sudah kita lakukan dan kita (Surabaya) stuntingnya turun drastis. Tapi hari ini saya ingin Surabaya menuju zero stunting,” kata Wali Kota Eri Cahyadi.
Menurut dia, untuk menuju zero stunting, Pemkot Surabaya tidak bisa bekerja sendiri. Makanya, melalui Rembuk Stunting pemkot menjalin kerja sama dengan instansi dan stakeholder terkait. Mulai dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jawa Timur, Organisasi Profesi Kesehatan, serta perguruan tinggi di Kota Surabaya.
“Itulah yang kita lakukan dan kita kerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag) juga. Karena sebelum (pasangan) menikah, itu sebenarnya stunting kita bisa jaga dari pencegahannya yang paling baik,” katanya.
Artinya, pencegahan stunting yang dilakukan di Kota Surabaya, tak hanya saat baru balita pertama kali lahir. Namun, sebelum pasangan itu menikah hingga masa tumbuh kembang anak, upaya mencegah stunting terus dilakukan. “Sebelum mereka (pasangan) menikah ada rapak di Kemenag. Ada surat rekomendasi juga dari lurah. Nah itu kita bisa tahu datanya siapa saja di situ,” ungkap dia.
Bahkan, ketika sang anak sudah mengenyam pendidikan di tingkat dasar, upaya pencegahan stunting ke depan juga akan dilakukan pemkot. Pencegahan itu di antaranya adalah dengan memberikan tambahan vitamin zat besi kepada sang anak. “Di situ kita berikan yang namanya vitamin. Karena di situ ada pemeriksaan kesehatan, mulai dari tinggi dan lingkar badan. Itu yang kita lakukan ke depan,” jelasnya.
Tak hanya itu, Wali Kota Eri Cahyadi juga menyebutkan, bahwa untuk memasifkan upaya pencegahan stunting, pemkot telah menjalin kerja sama dengan seluruh rumah sakit dan bidan. Nah, ketika ada kelahiran bayi, maka pihak rumah sakit maupun bidan akan melaporkannya kepada Pemkot Surabaya.
“Nanti bayi itu lahir pertama kali kita sudah disampaikan data. Bayi itu berat dan panjangnya berapa, itu bisa kita tahu dan intervensi kita lakukan. Pada waktu masa kehamilan itu juga sebelum melahirkan kita lakukan,” terangnya.
Sementara di saat masa pertumbuhan balita, pemantauan secara berkala juga dilakukan pemkot dengan melibatkan Kader Surabaya Hebat (KSH). Apalagi, melalui Rembuk Stunting dengan melibatkan stakeholder terkait, ia meyakini, Surabaya segera menuju zero kasus.
“Dengan kolaborasi yang luar biasa ini, maka saya yakin Surabaya menjadi zero stunting. Karena Insyaallah ketika di lapangan, maka pendampingan-pendampingan itu juga dilakukan teman-teman dari perguruan tinggi,” ujarnya.
Keyakinan itu disampaikan Wali Kota Eri Cahyadi karena melihat dari hasil evaluasi pencegahan stunting yang dilakukan Pemkot Surabaya pada tahun 2021. “Maka ketika kita ditopang dengan kekuatan yang hebat-hebat di Surabaya ini, dari semua perguruan tinggi, organisasi kesehatan, saya yakin Surabaya akan menjadi zero stunting,” sebutnya.
Oleh sebabnya, Wali Kota Eri Cahyadi mengaku bangga dan mengucapkan terima kasih atas kekompakan dan gotong-royong seluruh warga Surabaya. Terlebih, dengan adanya KSH, maka upaya pencegahan stunting pada anak, tak hanya dilakukan melalui kegiatan di Posyandu.
“Kalau sudah ada KSH, maka dia bisa datang ke masing-masing rumah untuk mengajak mereka (anaknya) diukur. Dengan model gotong royong seperti ini, maka semua masalah bisa diselesaikan di Kota Surabaya,” pungkasnya. (jack)