Jakarta, mediakorannusantara.com – Staf Khusus Menteri Agama Kementerian Agama (Kemenag), Wibowo Prasetyo, menyayangkan pernyataan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang menyebut ada 198 pesantren terafiliasi dengan gerakan terorisme.
Hal itu diungkapkan Wibowo saat menjadi narasumber dalam “Ngobrolin Pesantren dengan Media”, di Jakarta.
Menurut Wibowo, diperlukan parameter yang sama untuk menyebut sebuah lembaga sebagai pesantren. Undang-undang pesantren, menurut Wibowo, telah menyatakan bahwa sebuah lembaga dapat disebut pesantren jika memenuhi apa yang disebut dengan arkanul ma’had (rukun pesantren).
“Maka, ketika muncul 198 yang terafiliasi, itu perlu dilihat lagi. Gandeng-gandenglah Kemenag, untuk melihat lagi apakah betul lembaga tersebut (adalah) pesantren,” ujar Wibowo, kamis 3/2
“Karena sumber informasi yang kurang jelas itu dapat menjadi distorsi dan menyebabkan kekhawatiran di masyarakat,” imbuhnya.
Menurut Wibowo, ada lima hal yang termasuk dalam arkanul ma’had, yaitu kiai yang menjadi figur teladan sekaligus pengasuh yang membimbing santri, santri mukim, pondok atau asrama, masjid atau musalla, serta kajian kitab kuning.
“Jadi misalnya sebuah lembaga yang menyebut dirinya pesantren, tapi ternyata gak ada kajian kitab kuning, maka tidak terpenuhi rukunnya. Itu tidak bisa disebut pesantren,” ujar Wibowo.
Selain itu, lanjutnya, pesantren juga mensyaratkan dimilikinya ruhul ma’had. Itu adalah spirit yang mesti dimiliki pesantren. “Salah satunya mengakui Pancasila dan NKRI. Kalau itu tidak punya, jelas tidak bisa disebut pesantren,” paparnya. (wan/inf)