Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh menyatakan Soetikno Soedarjo tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan primer dan dakwaan subsider penuntut umum.
“Memerintahkan terdakwa segera dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan,” ujar Pontoh dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.31/7
Maka dari itu, majelis hakim memulihkan hak-hak Soetikno dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabat serta membebankan biaya perkara kepada negara.
Menurut Hakim, dalam tindak pidana korupsi pengadaan pesawat jenis Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 di Garuda Indonesia, Soetikno memang ikut terlibat sebagai penasihat komersial perantara atau intermediary commercial advisor.
Namun dalam perannya saat itu, majelis hakim menilai Soetikno telah dijatuhkan hukuman dalam perkara sebelumnya pada 2020.
Selain itu, lanjut Hakim, keikutsertaan Soetikno telah selesai pada saat pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 diserahterimakan kepada Garuda Indonesia.
Sementara mengenai uang sebesar 1,66 juta dolar AS dan 4,34 juta euro yang diterima Soetikno, majelis hakim berpendapat uang tersebut legal dan merupakan haknya sebagai penasihat komersial perantara.
“Maka kami tidak sependapat dengan jaksa penuntut umum yang meminta terdakwa dibebankan uang pengganti karena unsur menyebabkan kerugian negara tidak terpenuhi,” tegas Pontoh.
Sebelumnya, Soetikno dituntut pidana penjara selama enam tahun dan denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan enam bulan dalam kasus pengadaan pesawat di Garuda Indonesia.
Selain itu, ia juga dituntut membayar uang pengganti sebesar 1,66 juta dolar AS dan 4,34 juta euro subsider penjara tiga tahun.
Jaksa menilai pengusaha itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana sebagaimana Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam perkara tersebut, Soetikno diduga terbukti bersekongkol dengan Emirsyah Satar selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005—2014 dalam pengadaan pesawat di maskapai tersebut sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara pada Garuda Indonesia dengan jumlah total 609,81 juta dolar AS.
Adapun Soetikno juga telah divonis dalam perkara berbeda. Pada 8 Mei 2020, ia divonis enam tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan karena terbukti menyuap Emirsyah serta melakukan pencucian uang. ( wa/ar)