Bandung (MediaKoranNusantara.com) – Ribuan buruh menggelar aksi demonstrasi dengan mengepung Gedung Sate di Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (2/12/2019). Salah satu poin tuntutan para buruh terkait Keputusan Gubernur Jabar soal UMK 2020. Para buruh yang berasal dari berbagai wilayah di Jabar akan bergabung dalam unjuk rasa kali ini. Mereka akan terlebih dahulu berkumpul di Monumen Perjuangan Bandung lalu bergerak menuju Gedung Sate yang berjarak hampir 1 kilometer.
“Ya hari ini kita akan demonstrasi di Gedung Sate. Sekitar 10 ribu buruh dari 18 Serikat pekerja akan turun. Kami berencana akan mogok bekerja selama empat hari,” kata Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jabar, Roy Jinto Ferianto.
Menurutnya, salah satu poin dalam Kepgub Jabar No 561/Kep.983-Yanbangsos/2019 Tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Tahun 2020 harus direvisi. Poin tersebut yaitu diktum ke-7 poin d.
“KSPSI Jabar meminta gubernur untuk merevisi diktum ke-7 point d karena itu memberikan ruang kepada perusahaan padat karya, yang tidak mampu untuk tidak mengajukan penangguhan hanya cukup kesepakatan dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja diperusahaan masing-masing dan disahkan oleh Disnaker Jabar,” ungkap dia.
Berdasarkan ketentuan UU 13/2003 tentang ketenagakerjaan jo Kepmen 231 tahun 2003, kata Roy, perusahaan yang tidak mampu melaksanakan upah minimum mengajukan penangguhan ke Gubernur. Penangguhan UMK tergantung kepgub bukan disahkan Disnaker Jabar.
“Selain itu juga adanya diskriminasi dalam Diktum 7 di mana perusahaan di luar industri padat karya mengajukan penangguhan ke Gubernur sebagaimana diktum 7 huruf a b dan c sedangkan penangguhan padat karya huruf d melalui disnaker Jabar, dan ini bertentangan dengan ketentuan UU 13/2003 karena penangguhan itu harus kepada Gubernur,” tegas dia.
Dia menyebut kewajiban perusahaan untuk bayar selisih upah yang ditangguhkan secara rapel. Namun, sambung dia, ketentuan huruf d diktum tujuh dimungkinkan perusahaan padat karya tidak membayar selisih upah yang ditangguhkan.
“Dengan kata lain hanya menunda pelaksanaan saja, karena ketentuan UU 13/2003 jo Kep 231 tahun 2003 berlaku untuk semua perusahaan tanpa terkecuali,” ujar Roy.
Sementara itu, Presiden KSPSI, Andi Gani Nena Wea berharap Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil atau Emil tidak lagi mengeluarkan kebijakan yang memicu polemik terkait upah buruh setelah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 561/75/Yanbangsos mengenai pelaksanaan aturan upah minimum kabupaten/kota tahun 2020 kepada seluruh pemimpin perusahaan di wilayahnya.
Dalam siaran persnya, Andi mengatakan, keputusan Gubernur Jawa Barat mengeluarkan surat edaran itu menimbulkan polemik mengingat menurut aturan ketetapan mengenai upah buruh mestinya dituangkan dalam Surat Keputusan Gubernur, bukan hanya surat edaran, sehingga ada konsekuensi pidana jika perusahaan tidak menaati.
“Dengan mengeluarkan surat edaran, ini seperti membuka ruang untuk semua perusahaan bahwa tidak wajib menyesuaikan upah buruh. Tentunya keputusan kontroversial ini membuat buruh di Jawa Barat marah dan akan menggelar aksi besar-besaran dari gabungan seluruh serikat pekerja yang ada di Jawa Barat,” katanya.
Andi menjelaskan, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan sudah ada aturan bahwa kalau perusahaan benar-benar tidak mampu menaikkan upah maka penangguhan kenaikan upah bisa dilakukan.
Pada 1 Desember, Gubernur Jawa Barat akhirnya menerbitkan Surat Keputusan Gubernur tentang Upah Minimal Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2020.
Andi menyebut penerbitan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat itu sebagai kabar menyejukkan bagi buruh. Ia berharap Ridwan Kamil tidak lagi mengeluarkan kebijakan kontroversial terkait upah buruh. Penerbitan surat keputusan itu juga diharapkan membuat situasi kembali kondusif.(dtc/ara/ziz)