Jakarta (MediaKoranNusantara.com) – Revisi UU KPK yang dilakukan DPR-Pemerintah dinilai cacat prosedural. Oleh karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari mengurai beberapa catatan cacat prosedural dalam pengesahan revisi UU KPK di DPR. Menurutnya, Pemerintah dan DPR telah melanggar undang-undang dengan mengabaikan tata cara pembentukan UU sejak pengusulan hingga pembahasannya.
“Awalnya 80 anggota dewan, lalu kemudian ketika mau diambil suara jumlahnya 102, di absen 289, jadi menurutku ada pelanggaran prosedural baru soal kuorum dan tidak kuorumnya, kan mestinya 281, sehingga menurutkan secara prosedural banyak masalah revisi ini, sepertinya itu diabaikan oleh DPR dan presiden,” terangnya.
Sementara itu, aktivis antikorupsi yang juga mantan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho mengatakan, koalisi masyarakat sipil telah menyiapkan alasan formil dan materiil terkait pengesahan UU KPK terbaru.
“Formil artinya pembentukan prosesnya, materiil artinya ke substansi yang menurut kita melanggar konstitusi,” kata Emerson.
Koalisi masyarakat sipil juga akan melaporkan upaya pelemahan KPK sebagai lembaga independen ke perwakilan Sekjen PBB di Indonesia. Indonesia, menurutnya, sebagai negara yang telah meratifikasi UNCAC (United Nations Convention Against Corruption) yang mandat dalam ratifikasi tersebut adalah pembentukan lembaga independen dalam pemberantasan korupsi.
“Harapannya memberikan perhatian dan mempertanyakan ke pemerintah RI apa alasan paling urgen terkait revisi UU KPK yang dianggap mengganggu KPK,” papar Emerson.
Beberapa pasal sendiri, menurutnya, bermasalah dan melemahkan KPK. Yang digarisbawahi oleh koalisi masyarakat sipil seperti kewenangan SP3 KPK yang dihapus dan adanya dewan pengawas.
“Soal SP3, merujuk ke Mahkamah Konstitusi yang sebetulnya memberikan lampu hijau bahwa KPK berwenang tidak mengeluarkan SP3, ini akan kita uji kembali,” ujarnya.
Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah mempersilakan publik jika ingin melakukan uji materi terhadap UU KPK.
“DPR sudah menghadiri gugatan itu ratusan kali, saya saja udah hadir berkali-kali. Tidak ada masalah, mekanisme dalam negara demokrasi, rakyat yang punya legal standing dapat melakukan gugatan terhadap undang-undang,” kata Fahri.
Ia menjelaskan, sistem demokrasi memungkinkan publik menguji tiap undang-undang yang dilahirkan DPR. Fahri menyebut ada MK yang berfungsi sebagai guardian of constitution.
“Kita bisa judicial review itu pasal per pasal di Mahkamah Konstitusi. Kita bersyukur sudah punya Mahkamah Konstitusi, the guardian of the constitution. Kalau ada masalah dalam pasal-pasal di undang-undang ya tinggal digugat saja,” tutur Fahri
Di sisi lain, MK menyatakan siap menerima gugatan soal UU KPK yang rencananya mau digugat setelah disahkan di DPR. Jika rencana itu benar, MK mengatakan publik bisa memantau dan memonitor proses gugatan.
“Kami tunggu saja permohonannya diserahkan ke MK, sekiranya rencana itu benar. Kami ikuti prosesnya, publik silakan turut memantau dan memonitor,” kata Juru Bicara MK, Fajar Laksono.(dtc/ziz)