“Tugas pustakawan adalah mengumpulkan berbagai informasi yang tersebar kemudian disajikan untuk kepentingan publik,” kata Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando dalam keterangan di Jakarta, Jumat.20/1
Dalam webinar “Organisasi Profesi dan Kepemimpinan” pada Kamis (19/1), ia menuturkan, kehadiran organisasi profesi kepustakawan seperti Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) dapat menjadi wadah mengembangkan penyebaran ilmu pengetahuan tersebut sampai ke daerah.
Pustakawan harus hadir untuk masyarakat yang membutuhkan pengetahuan demi memperoleh kecerdasan.
Peran pustakawan tersebut, sudah selaras dengan mandatori yang dituangkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, yakni mengemban tugas untuk mencerdaskan anak bangsa.
Ia menjelaskan pustakawan melalui organisasi profesi dapat mengambil peran dan pengabdian dalam bidang perpustakaan, karena mempunyai kode etik yang mengikat untuk memastikan anggota dalam koridor yang tepat.
Dia mengharapkan organisasi profesi kepustakawanan mampu mengembangkan kepemimpinan yang dapat menjawab tantangan perkembangan dunia perpustakaan pada masa mendatang.
“Jadi apabila tidak diurus dengan baik, IPI bisa dibilang gagal. Maka saya mengajak IPI untuk turun ke daerah bersama Perpusnas,” katanya.
Ketua Umum IPI T. Syamsul Bahri mengatakan sejak dibentuk pada 1973, masih banyak tantangan dihadapi IPI dalam membangun dan mengembangkan perpustakaan dan dunia kepustakawanan di Indonesia.
“Salah satunya dalam pencapaian lima tingkatan literasi di Indonesia di mana pada setiap tingkatannya banyak pihak yang berperan di dalamnya. Ini tidaklah mudah. Semua pustakawan harus memahami lima tingkatan literasi. IPI tidak bisa hanya diam,” katanya.
Presiden Persatuan Pustakawan Malaysia Ghazzali Mohamed Fadzhil menambahkan pustakawan harus memahami bahwa dirinya bukan menjalankan tugas mengurus buku.
Adanya perubahan pola pikir tersebut akan membuat pustakawan akan lebih berani untuk mengubah wajah perpustakaan, di mana pustakawan memposisikan diri sebagai pemimpin akan lebih berani mendekati masyarakat.
“Pola pikir kita harus diubah, di mana saya berpendapat bahwa sebenarnya apa yang kita urus adalah ilmu. Bukan bukunya tapi apa yang ada di dalam buku,” ujar dia.
Pakar Kepustakawanan Universitas Gadjah Mada Ida Fajar Priyanto juga menilai IPI harus memberi perhatian atas persepsi masyarakat mengenai tugas pustakawan di Indonesia.
Seharusnya, katanya, IPI dapat memegang peran lebih penting. Contohnya dilakukan American Library Assosication (ALA) yang dapat mengakreditasi berbagai program studi pendidikan.
“Kita punya masalah pada brand image. Masyarakat masih banyak yang melihat bahwa pustakawan hanya sebagai penjaga buku. Jadi perlu diubah bahwa pustakawan lebih dari itu,” katanya. ( wan/ar)