KORAN NUSANTARA
hukum kriminal indeks

Polisi Pemukul Wartawan Harus Ditindak Tegas dan Dipecat

Surabaya (KN) – Insiden pemukulan terhadap Septa Rudianto, reporter Radio Elshinta dan Lukman Rozaq, Seorang reporter Trans7 oleh oknum polisi saat meliput perayaan Falun Gong di Jl Sedap Malam Surabaya, Sabtu (7/5), Sore, benar-benar keterlaluan dan mempermalukan lembaga Polri itu sendiri. polisi pukul wae Bila benar polisi ingin menjaga citranya, oknum anggota polisi yang melakukan pemukulan terhadap tiga wartawan tersebut harus ditindak tegas dan di pecat.
Nampaknya aparat kepolisian belum juga paham betul tentang tugas-tugas wartawan ketika ada dilapangan. Bukannya cara dialog yang dipakai dalam menyelesaikan masalah. Akan tetapi, lagi-lagi cara kekerasan layaknya preman yang digunakan.
Kejadian tersebut bermula dari aksi demonstrasi yang digelar oleh masa aksi etnis Tiong Hoa Falun Dafa di depan Taman Surya Balai Kota Surabaya, sabtu (7/5), aksi damai yang menyuarakan hak azasi suatu kelompok politik di China tersebut diliput oleh para jurnalis.
Awalnya peliputan wartawan terhadap aksi itu berjalan normal. Kejadian berubah drastis, ketika petugas kepolisian yang mengawal aksi demonstrasi tersebut berupaya membubarkan masa aksi dengan sedikit keras. Hal ini, tentu membuat para wartawan semakin tertarik untuk mengabadikan momen tersebut. Namun tiba – tiba, beberapa anggota Polisi yang diketahui dari Polrestabes Surabaya menghalau para wartawan untuk tidak merekam pembubaran aksi demonstrasi yang tengah berjalan tersebut.
Pelarangan yang dilakukan oleh anggota kepolisian terhadap wartawan tersebut, dilakukan dengan kasar. Tidak hanya itu, petugas kepolisian berpakaian taktis itu, juga melakukan kekerasan dengan pemukulan, baik dengan tongkat maupun helm serta tendangan kepada wartawan yang melakukan peliputan. Aksi brutal dan anrkis petugas Kepolisian ini sempat berlangsung selama 10 menit.
Dalam aksi anarkis anggota kepolisian tersebut, tercatat menimpa tiga rekan wartawan, yakni Septa dari radio El Shinta, Lukman Rozak reporter Trans7, serta Joko Hermanto reporter TVRI. ketiganya mengalami luka lebam dibagian wajah akibat pemukulan oleh oknum polisi dari polrestabes itu.
Septa Rudyanto reporter radio El Shinta yang juga menjadi koraban pemukulan petugas Kepolisian mengatakan, bahwa awalnya dirinya bingung, kenapa Polisi melakukan pelarangan peliputan di ruang publik. Namun karena merasa berhak atas peliputan tersebut, para wartawan memilih meneruskan mengambil gambar momen pembubaran paksa aksi masa itu. Septa mengatakan, bahwa secara tiba – tiba beberapa orang petugas Kepolisian berusaha menghalau wartawan, agar tidak mengambil gambar dengan cara yang kasar.
“Petugas itu tiba – tiba mendatangi, dan berusaha merebut kamera teman – teman. Merasa benar, kami memertahankan, namun tiba – tiba mereka menyerang dengan memukul dan menendang, pokoknya sangat brutal,” terang Septa yang mengalami luka dibagian kepala akibat pukulan oknum polisi itu.
Septa juga menambahkan, kami bingung mengapa dijadikan sasaran pemukulan oleh beberapa oknum polisi. Padahal saat itu kami sedang bekerja dan meliput. Apalagi kami sudah memakai kartu identitas wartawan.
Sementara itu, Lukman Rozak reporter trans7 yang juga menjadi korban, kini tengah melakukan visum di rumah sakit dr Soetomo surabaya, selanjutnya dengan rasa soladaritas para jurnalis melanjutkan dengan melakukan pelaporan ke Polrestabes Surabaya.
Pengeroyokan yang dilakukan oknum polisi terhadap wartawan ini langsung ditindaklajuti oleh Polrestabes Surabaya. Tindak lanjut itu berupa dikumpulkannya semua anggota Polrestabes yang saat itu bertugas membubarkan aksi Falun Gong di Jl Sedap Malam, Surabaya.
“Pengeroyokan terhadap teman-teman media langsung kami respon dengan mengumpulkan semua anggota yang bertugas saat melakukan pembubaran Falun Gong,” kata Wakapolrestabes Surabaya, AKBP M Iqbal, usai menemui perwakilan wartawan di Jalan Gubernur Suryo, Surabaya Sabtu (7/5). Iqbal menambahkan bahwa pihaknya juga siap melakukan audiensi terhadap media terkait kejadian tersebut. Iqbal sendiri berhadap kasus ini bisa segera terselesaikan dengan baik.
Sementara itu, ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Hari Tambayong, berharap bahwa pihak Polrestabes Surabaya bisa memberikan sanksi berat kepada anggotanya yang melakukan pengeroyokan dan pemukulan terhadap wartawan tersebut. Sanksi itu bisa secara pidana yakni diadili secara hukum ataupun secara kode etik kepolisian. Bahkan, beberapa wartawan lainya berharap oknum angota yang telah melakukan tindak anarkis terhadap wartawan itu ditindak tegas dan dipecat. (anto)

Foto : Insiden Polisi dengan wartawan di Jl Sedap Malam, Surabaya

Related posts

Cegah Penyimpangan, KPK Luncurkan Aplikasi JAGA Bansos

PWNU Jatim : Terorisme dan Radikalisme Disebabkan Dampak Negatif Globalisasi

kornus

Jatinegara dan Kramatjati Jakarta Kebanjiran

redaksi