,pmi
Jember, mediakorannusantara.com– Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Jember, Jawa Timur menyatakan siaga satu menghadapi dampak La Nina, sehingga merapatkan barisan dengan menggelar rapat koordinasi untuk menyiagakan personel dalam menghadapi potensi bencana alam ekstrem.
“Memasuki musim hujan ini, kami menetapkan siaga satu. Kami menyiagakan segenap sumber daya untuk menghadapi ancaman bencana alam yang biasanya terjadi pada musim hujan,” kata Ketua PMI Kabupaten Jember EA Zaenal Marzuki di Jember, Sabtu.24/10
Berdasarkan rilis PMI Pusat, lanjut dia, saat ini sedang terjadi fenomena La Nina di Samudera Pasifik dengan intensitas sedang (moderate) yang mengakibatkan anomali cuaca berupa peningkatan akumulasi curah hujan hingga 40 persen.
“Kondisi cuaca ekstrem akibat La Nina tersebut telah menyebabkan dan masih berpotensi menyebabkan terjadinya banjir, tanah longsor, banjir bandang dan permasalahan kesehatan lainnya,” tuturnya.
Puncak dampak La Nina akan mulai terjadi pada bulan November 2020 dan diprediksi berakhir pada Maret atau April 2021, sehingga PMI menyerukan kesiapsiagaan relawan menghadapi potensi bencana akibat fenomena alam tersebut untuk mengantisipasi La Nina di tengah pandemi COVID-19.
“Untuk itu, kita sudah harus siap, apalagi November nanti diperkirakan terjadi La Nina yang bisa mengakibatkan terjadinya cuaca ekstrem seperti banjir bandang, banjir luapan, puting beliung, tanah longsor di Jember,” katanya.
Ia menjelaskan PMI di semua tingkatan dari provinsi hingga kabupaten/kota diminta menyiapkan rencana pencegahan serta penanganan bencana akibat cuaca ekstrem tersebut dan PMI juga akan menyiapkan protokol penanganan bencana di tengah pandemi COVID-19.
“PMI Jember menyiapkan diri untuk menghadapi La Nina sekaligus siaga bencana. PMI sebagai organisasi kemanusiaan melakukan pencegahan dan penanganan potensi bencana akibat anomali cuaca itu,” ujarnya.
Semua sumber daya PMI dari pengurus, pegawai dan relawan disiagakan mulai dari cek sarana prasarana bencana sampai kesiapan relawan yang dilengkapi alat komunikasi guna mempermudah komunikasi bencana.
“Saat pandemi, PMI Jember tidak membuka posko siaga karena dioptimalkan call center yang dikelola unit Humas PMI Jember dengan membuka layanan informasi dan komunikasi 24 jam,” katanya.
Dengan demikian, saat ada informasi bencana alam terjadi maka petugas call center yang akan mengkomunikasikan kepada seluruh unit dan relawan melalui alat komunikasi.
Sebelumnya Sekretaris Jenderal PMI Sudirman Said mengatakan PMI telah menyusun kebijakan nasional tentang Tanggap Darurat Banjir (TDB) dan akan menjabarkannya ke PMI Provinsi dan Kabupaten/Kota.
“Kami buat kebijakan nasional, kemudian dijabarkan dan disosialisasikan ke PMI di daerah. Kami juga melibatkan masyarakat dalam aksi dini kesiapsiagaan untuk memaksimalkan peran anggota SIBAT (Siaga Bencana Berbasis Masyarakat) PMI di tingkat desa,” katanya di Jakarta.
Sampai dengan tahun 2020, Anggota Sibat PMI telah mencapai 20.100 personel yang tersebar di 1.005 Desa di 23 provinsi di Indonesia.
Dengan adanya Sibat di wilayah yang rawan bencana, akan memudahkan antisipasi dan aksi dini di masyarakat misalnya dengan mempromosikan perilaku tangguh bencana mulai dari tingkat keluarga sampai masyarakat.
PMI juga mengumpulkan informasi dari otoritas pemerintah (BMKG dan BNPB) terkait dampak La Nina. Kemudian, PMI mengkaji dan menerjemahkannya ke dalam bahasa aksi masyarakat. (an/wan)