-Lepasnya YKP Dari Tangan Pemkot Dinilai Terlampau Kasar Cara Yang Diambil Oleh Pengurusnya
Para pensiunan PNS Pemkot Surabaya kini mulai ngrumpi kasus lepasnya asset YKP dari tangan Pemkot Surabaya yang dinilainya terlampau kasar cara yang diambil oleh para pengurus YKP dalam rangka cari isi perut sehari-hari yang seharusnya tidak perlu terjadi.
Aturan pemerintah itu telah ada dan YKP adalah milik Pemkot Surabaya sejak dahulu kala, seperti perusahaan-perusahaan lainnya yang dibentuk oleh Pemkot Surabaya, yakni PDAM, PD Pasar, PD RPH, PT Abatoir Suryajaya, PT SIER, dan PT SKU (dulu PT Surya Jaya).
Surabaya – KN
Semua badan hukum yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah Kota Surabaya mempunyai kewajiban membayar deviden, termasuk Yayasan Pembangunan Perumahan (YKP). Kewajiban membayar deviden itu terlepas dari apapun bentuk usahanya dan siapa yang memegang pucuk pimpinannya.
“Kami sendiri ketika di Itwilkot selalu melakukan pemeriksaan hasil usaha YKP,” ujar mantan Kepala Inspektorat Pemkot Surabaya, Agus Winayat disela obrolannya diantara sesame pensiunan Pemkot Surabaya, pecan lalu. “Dulu pak Sartono aku (saya) yang periksa,” timpalnya meyakinkan.
Apa yang terjadi dengan ketentuan dalam pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan tersebut, sama sekali tidak bisa merubah kepemilikan YKP dari tangan Pemkot, karena Pemkot itu adalah bagian dari Negara, karenanya YKP juga milik Negara. Jadi kalau sekarang ditafsirkan bukan milik Pemerintah Daerah (Pemkot) dan YKP tidak mau membayar deviden, lantas keuntungannya diberikan kepada siapa dan hal tersebut merupakan pelanggaran hukum. Sebab, penerimaan Pemkot tersebut awalnya selain berasal dari pendapatan asli daerah, juga pendapatan dari usaha-usaha yang sah seperti usaha dibidang perumahan dalam bentuk badan hukum yang semula YKP, kemudian mendirikan badan usaha lagi yang namanya PT Yekape.
Para pensiunan pemkot tersebut sangat mendukung, apabila kasus YKP dibawa ke ranah hukum pidana, karena tidak mau membayar deviden sehingga bisa diang gap telah merugikan Negara. “Sejak kapan YKP tak mau membayar deviden, itulah yang bisa disimpulkan jumlah kerugian Negara, karena sejak dulu YKP membayar deviden atau pemasukan ke Pemkot dan dipertanggung jawabkan dalam rapat anggaran di DPRD”, timpal Munawi pensiunan Pemkot Surabaya yang lain.
Istilah asset yang dipisahkan, bukan berarti asset yang telah dilepas kepemilikannya oleh Pemkot Surabaya, melainkan asset yang tidak dikelola secara langsung oleh Pemkot. Namun kepemilikannya, tetap melekat seperti perusahaan daerah yang lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemahaman terhadap para pegawai YKP agar mengerti duduk permasalahannya. Jika dilakukan pemahaman tetap tidak mengerti, sebaiknya Pemkot Bisa minta bantuan pengacara Negara, yaitu Kejaksaan Negeri Surabaya.
Lebih lanjut para pensiunan itu menghimbau kepada Walikota Surabaya agar segera melakukan audit atas asset YKP sejak berdirinya perusahaan itu tahun 1954. Apabila YKP membandel tidak mau memberikan deviden atas usaha yang dijelankan selama ini. Setelah itu, apabila ada temuan adanya tindak pidana korupsi, sebaiknya disalurkan sesuai dengan hukum yang berlaku. Apabila pengurus membandel tidak mau dilakukan audit, maka Pemkot bisa minta bantuan aparat kepolisian untuk mengawal petugas audit.
Audit tersebut akan memperjelas posisi cash flow keuangan YKP, termasuk pasang surut YKP. (red).