Mahfud mengatakan dari total 270.000 narapidana penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas), 51 persen di antaranya terlibat kasus narkoba hingga menyebabkan lapas menjadi sangat padat.
Mahfud juga mencermati banyak dari narapidana kasus narkoba itu terjebak rekannya atau terjebak oleh aparat-aparat “nakal” di lapangan.
“Narkoba itu banyak juga karena sebagai pengguna, kemudian kadang kala ada di antaranya ada mungkin terjebak karena temannya, terjebak aparat nakal, dan sebagainya. Itu nanti akan diteliti satu-satu. Kami akan usulkan pemberian grasi massal,” jelasnya.
Usulan pemberian grasi massal itu akan dibahas antara Kemenkopolhukam dengan Mahkamah Agung (MA).
“Itu sedang kami rancang sekarang,” imbuhnya.
Mahfud menjelaskan pemberian grasi massal itu bukan yang pertama kali dilakukan Pemerintah Indonesia. Di masa pandemi COVID-19, Presiden Joko Widodo pernah memberikan grasi secara massal.
“Banyak protes waktu itu, tapi ternyata efektif dan yang bersangkutan, mereka yang diberi grasi itu, juga baik-baik aja, gitu. Waktu (masa) COVID-19 kan nggak boleh berdekatan waktu itu kan, lalu diseleksi. Nah, udah pernah (diberi grasi massal) dan ini akan kami lakukan untuk (kasus) narkoba,” jelasnya.
Mahfud menekankan bahwa Pemerintah akan mengkaji sebelum menerapkan kebijakan pemberian grasi massal. Dia menargetkan pemberian grasi massal itu akan selesai sebelum tahun 2024.
“Untuk rencana pemberian grasi massalnya, itu kan diusahakan sebelum 2024 berakhir itu sudah bisa dilaksanakan. Tapi, ini sekarang baru pada tingkat menkopolhukam dengan para menteri. Nanti, sesudah semua siap, akan disampaikan kepada presiden untuk keputusan sidang kabinet,” ujar Mahfud MD. ( wan/an)