Surabaya (MediaKoranNusantara.com) – Bakteri tak selamanya terkesan dengan penyakit, bakteri bahkan ada yang dibutuhkan untuk kehidupan. Seperti yang dilakukan mahasiswa ITS Departemen Teknik Lingkungan yang tergabung dalam tim Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM-KC). Tim ini mampu menciptakan alat penghasil listrik dengan memanfaatkan bakteri untuk mengolah polutan dalam air limbah. Alat yang dinamai Abactor–Cells ini digunakan sebagai unit pengolah limbah cair tahu skala rumah tangga. Alat ini hasil inovasi Valianto Rojulun Afif bersama dua rekan satu timnya Wahyu Prayuda dan Ahmad Nailul Firdaus.
Disampaikan ketua tim, Valianto Rojulun Afif, Indonesia memiliki jumlah industri tahu yang cukup banyak, namun sebagian besar sektor industri tahu skala rumah tangga belum memiliki unit pengolah limbah cair tahu. “Hal tersebut disebabkan oleh sebagian besar industri tahu skala rumah tangga memiliki keterbatasan finansial dan lahan,” ujarnya.
Sehingga, lanjutnya, limbah cair yang dihasilkan langsung dibuang ke sungai tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu. “Hal ini dapat menyebabkan penurunan daya lingkungan akibat dari tingginya kandungan polutan organik dalam limbah cair tahu,” tutur mahasiswa yang akrab disapa Valianto ini.
Alat Abactor–Cells yang digarap tim ini mengadopsi prinsip kerja dari Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dan Microbial Fuel Cells (MFCs) yang dikombinasikan menjadi satu unit pengolah. MFCs merupakan unit pengolah air limbah yang memanfaatkan bakteri untuk mengkonversi polutan organik menjadi energi listrik. MFCs dikombinasikan dengan ABR yang merupakan unit pengolah praktis dan tidak memakan biaya operasional yang tinggi.
“Sehingga alat ini cocok untuk diaplikasikan pada sektor industri tahu skala rumah tangga,” ungkap mahasiswa tingkat akhir ini.
Abactor-Cells ini, kata Valianto, membutuhkan waktu pemrosesan selama 12 jam. Dengan proses tersebut, alat tersebut mampu menghasilkan listrik sebesar 0,336 Watt hour. Selain itu, unit ini mampu mengurangi kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) dari 1563,86 mg/L menjadi 297,474 mg/L dengan persentase sebesar 81 persen yang setara dengan berat COD sebesar 0,055 kg.
Menurut dia, sedangkan persentase removal untuk kandungan Biochemical Oxygen Demand (BOD) sebesar 84,4 persen dengan inlet BOD sebesar 953,74 mg/L dan outlet BOD sebesar 148,74 mg/L. Adanya penurunan nilai COD dan BOD ini menunjukkan bahwa selain menghasilkan energi listrik, Abactor-Cells dapat juga berperan untuk mengurangi pencemaran lingkungan terutama pada badan air.
Valianto mengaku mendapat inspirasi untuk menciptakan pembangkit energi dari mikroorganisme ini ketika dia pergi ke sebuah pameran buku. Dia berharap, alat Abactor-Cells ini ini bisa menjadi inovasi pembangkit listrik yang bisa diaplikasikan di Indonesia. “Khususnya di industri tahu, karena alat ini bisa menghasilkan listrik sekaligus mengolah limbah tahu,” pungkasnya. (Jack)