Surabaya (MediaKoranNusantara.com) – Ekonomi digital harus gandeng atau bersatu dengan industri. Maksudnya, ekonomi digital harus bisa mendorong sektor industri.“Ide ini merupakan tawaran optimis dari Jatim untuk menerapkan ekonomi digital dengan industri, dan sesuai dengan keputusan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XIX Tahun 2015 yang menitikberatkan sektor industri sebagai penggerak pembangunan nasional.” kata Gubernur Jatim Dr. H. Soekarwo saat menjadi Keynote Speaker Seminar Nasional Economic Outlook 2018 : Kebijakan dan Strategi Fiskal, Moneter Perbankan dan Sektor Riil di Era Ekonomi Digital, di Ballroom Hotel Bumi Surabaya, Rabu (10/1/2018) pagi.
Pakde Karwo sapaan lekat Gubernur Jatim Soekarwo, mencontohkan penerapan ekonomi digital dengan industri. Melalui ekonomi digital, dapat disediakan informasi tentang penyediaan bahan baku industri di masing-masing daerah. Sehingga ketika ada suatu daerah atau perusahaan membutuhkan bahan baku, bisa mengambil dari daerah dan tidak perlu impor dari luar negeri.
“Jadi ekonomi digital itu tidak hanya permasalahan trading saja. Tetapi, juga dapat dikaitkan dukungan sektor industri. Sebab kalau hanya melakukan trading dengan ekonomi digital, maka kita hanya menjadi trader,” jelasnya.
Lebih lanjut disampaikannya, Pemprov Jatim juga menerapkan ekonomi digital di industri terhadap bahan baku / raw material yang dinamakan Sistem Informasi Perdagangan Bahan Baku (SIPAP). Tujuan dibuatnya aplikasi ini agar ekonomi digital mendorong sistem perdagangan yang mempercepat substitusi impor, sehingga kemandirian industri dalam negeri dapat terwujud.
Dalam aplikasi tersebut, jelas Gubernur Soekarwo, dapat diihat berbagai raw material dari berbagai daerah di Indonesia, data real time mengenai potensi dan kebutuhan masing-masing daerah, bersumber dari aggregator masing-masing provinsi. Dan aplikasi ini dapat membuat perusahaan langsung dapat melakukan business to business.
“Kita punya chanelling di sana sehingga industri Jatim yang 79 persen bahan bakunya dari luar negeri, bisa dikurangi perlahan-lahan hingga menjadi 50 persen. Jika bahan baku bisa mencapai 50 persen atau di bawahnya, maka neraca perdagangan kita surplus,” ujar orang nomor satu Jatim.
Menurutnya, pemerintah harus mendorong penggunaan bahan baku yang ada di dalam negeri untuk digunakan industri atau tidak harus mendatangkan bahan baku dari luar negeri. “Ini tanggung jawab pemerintah, jangan membiarkan industri terus mengimpor bahan baku dari luar negeri,” pungkasnya.
Selain SIPAP, lanjutnya, Pemprov Jatim juga telah memiliki aplikasi East Java Investment Super Coridor (EJISC). Ini merupakan layanan virtual yang komprehensif dan terintegrasi dengan kabupaten/kota. Di dalamnya, investor atau pelaku usaha bisa melihat peta informasi potensi dan fasilitas di Jatim, peluang investasi yang menginformasikan prospektus investasi di Jatim. Bahkan juga menyajikan industri pariwisata dan help desk untuk menyampaikan tanya jawab, saran, pengaduan dan kritik.
“Informasi yang disajikan melalui digital ini juga dapat mengakses mengenai tanah mana yang bisa dilakukan untuk investasi lengkap dengan harga per meternya, Begitu juga dengan info kecukupan air, listrik, akses ke pelabuhan. Itu satu geografi informasi,” imbuhnya. (rif)