Jakarta, mediakorannusantara.com – Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika meminta Kementerian Perdagangan untuk memastikan agar Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng segera diterapkan agar masyarakat dapat menikmati komoditas pangan pokok tersebut dengan harga yang murah.
Yeka dalam keterangannya mengatakan di Jakarta, Selasa, 8/11 bahwa berdasarkan pemantauan Ombudsman RI di 34 provinsi terdapat temuan setidaknya tiga fenomena di masyarakat akibat harga minyak goreng yang melambung tinggi.
“Ombudsman menemukan adanya tiga fenomena yakni aksi penimbunan stok minyak goreng, harapannya satgas pangan dapat bergerak cepat untuk menangani ini. Selain itu Ombudsman juga menemukan adanya perilaku pengalihan barang dari pasar modern ke pasar tradisional dan munculnya panic buying dari masyarakat,” katanya.
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan No 6 Tahun 2022, HET minyak goreng diatur dengan rincian minyak goreng curah sebesar Rp11.500 per liter, kemasan sederhana sebesar Rp13.500 per liter, dan kemasan premium sebesar Rp14.000 per liter. Kebijakan HET ini mulai berlaku sejak 1 Februari 2022 dan sekaligus mencabut Permendag Nomor 3 Tahun 2022.
“Pantauan kami, di Aceh harga minyak goreng masih di kisaran Rp18.000 per liter, Sumatera Utara Rp19.000 per liter, Sumatera Barat Rp18.000 per liter, Kalimantan Timur Rp 23.000 per liter, Jawa Barat Rp 22.000 per liter,” katanya.
Dia menegaskan bahwa Ombudsman mendorong agar Kementerian Perdagangan segera memastikan ketersediaan stok minyak goreng dengan HET sesuai Permendag Nomor 6 Tahun 2022.
“Adanya masyarakat yang sulit mendapatkan minyak goreng dengan harga sesuai regulasi memang bisa terjadi karena ada delay (keterlambatan) antara penetapan regulasi dengan pelaksanaan di lapangan karena melibatkan kesiapan produsen dalam melakukan distribusi,” katanya.
Untuk itu, Yeka menyampaikan beberapa masukan kepada pemerintah yakni membentuk satuan tugas untuk menangani keluhan masyarakat terkait sulitnya mengakses minyak goreng dengan harga sesuai HET. Kemudian, juga membuka wacana kemungkinan dibukanya kesempatan bagi BUMN untuk menangani 10-15 persen kebutuhan pasar terhadap minyak goreng.
Ombudsman juga mendorong Pemerintah agar crude palm oil (CPO) diprioritaskan untuk produksi minyak goreng, selain itu pemerintah agar memastikan pengawasan terhadap produsen dalam mematuhi ketentuan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). Ombudsman juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak panic buying.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menjelaskan belum stabilnya harga minyak goreng di pasaran disebabkan belum lancarnya distribusi minyak goreng dengan harga sesuai regulasi.
“Saat ini sudah mulai berlangsung distribusinya, dan saya pastikan minggu ini dari Aceh hingga Papua sudah mulai mendapat pasokan minyak goreng. Masyarakat diimbau untuk tidak perlu panik dalam membeli. Pemerintah tetap akan memastikan ketersediaan minyak goreng dengan harga sesuai HET,” terangnya.
Di samping itu, Oke mengatakan bahwa pihaknya tengah menyiapkan regulasi untuk menjaga stabilitas harga dan menjamin pasokan minyak goreng domestik tetap stabil di tengah kenaikan harga minyak sawit mentah atau CPO internasional. “Hal ini agar harga minyak goreng domestik dapat lepas dari ketergantungan harga CPO internasional. Selain itu Pemerintah juga menetapkan kebijakan terkait DMO dan DPO bagi para eksportir,” kata Oke.(wan/ar/an)