KORAN NUSANTARA
ekbis Headline indeks Surabaya

Neraca Keuangan Tak Sehat, RPH Surabaya Merugi

Dirut PD RPH Surabaya Fajar Arifianto Isnugroho yang hadir di hearing Komisi B DPRD Surabaya.

Surabaya (MediaKoranNusantara.com) – Dalam menjalankan usaha bisnisnya, Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (PD RPH) Surabaya, merugi. Hal ini terungkap dari hasil pembahasan neraca keuangan perusahaan plat merah tersebut yang kurang sehat di ruang Komisi B DPRD Surabaya.

Pihak wakil rakyat pada Kamis (23/6/2022) menggelar rapat Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Tahun Anggaran 2021 PD RPH Surabaya. Hadir saat itu Dirut PD RPH Surabaya Fajar Arifianto Isnugroho.

Menurut Fajar, biaya operasional PD RPH Surabaya lebih besar daripada pendapatan. Sejumlah komponen yang memicu kerugian diantaranya tanggungan tunggakan pajak, dan tarif jasa potong hewan yang murah.

“Selama ini RPH menerapkan manajemen rumah potong tradisional. Jagal hanya dikenakan tarif jasa potong sebesar Rp50 ribu. Kemudian semua pekerjaan mulai dari pemotongan hingga pengemasan dilakukan oleh tim mereka,” ungkapnya.

Padahal biaya yang dikeluarkan RPH Surabaya besar untuk kegiatan pemotongan hewan. Seperti biaya listrik, air dan pengolahan limbah yang membutuhkan pekerja tidak sedikìt, di lahan seluas 2 hektar milik RPH Surabaya.

“Ini mengacu pada manajemen moderen RPH. Jagal menyerahkan seluruh proses pemotongan ke RPH. Mulai dari menyembelih, menguliti, mencacah sampai pengemasan. Besaran tarif juga dihitung berdasarkan proses tersebut. Termasuk biaya listrik, air dan pengolahan limbah,” terang Fajar.

Fajar menambahkan, RPH Surabaya di Pegirikan sudah menjadi sosio kultur masyarakat setempat. Sehingga pihaknya kesulitan ketika menerapkan aturan.

“Kajian kita bukan kajian hitam putih. Kegiatan pemotongan di RPH merupakan habit masyarakat setempat yang turun temurun. Maka tidak mudah ketika dihadapkan pada aturan yang di atas kertas,” jelasnya.

Fajar berharap pengembangan PD RPH Surabaya di kawasan Banjar Sugihan segera terealisasi. “Di tempat ini sosio kultur masyarakatnya berbeda. Kita berharap bisa mengembangkan manajemen RPH yang moderen. Saat ini kita sedang menggiatkan pelatihan untuk jagal dan pemboleng supaya bisa direkrut menjadi pekerja kita. Sehingga kita tidak bergantung pada jagal dari luar,” pungkasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya Anas Karno mengatakan, Komisi B memberikan atensi terhadap tarif jasa potong yang murah tersebut. “Kalau dibiarkan dan diteruskan, saya yakin RPH tidak akan berkembang dan mencapai target pendapatan surplus,” tegasnya.

Lebih lanjut politisi PDI Perjuangan Surabaya itu mengatakan, perlu ada revisi peraturan daerah soal tarif jasa potong hewan di RPH, sebagai acuan hukum.

“Tarif jasa potong itu meliputi awal penyembelihan hewan sampai proses pengemasan. Kemudian biaya listrik, air, pengolahan limbah. Itu biaya yang tidak sedikit. Kalau dibandingkan dengan tarif Rp50 ribu tidak sepadan. Belum lagi hutang pajak yang harus dibayar RPH di tahun 2022,” ungkapnya.

Lebih lanjut menurut Anas, Dirut PD RPH Surabaya harus tegas dalam persoalan tarif jasa potong ini. “Harus ada ketegasan. Seharusnya manajemen di dalam yang mengurusi pemotongan hewan. Bukannya diurusi oleh pihak luar seperti yang selama ini terjadi,” pungkasnya. (jack)

Related posts

Pemkot Diduga Susupkan Anngaran Pengelolaan TPA Benowo

kornus

Peringati Hari Bumi, ITS Luncurkan Tabungan Sampah Terpadu

kornus

Asah Kemampuan, TNI dan Militer Mancanegara Berlatih Perencanaan Operasi Tempur

kornus