Surabaya (KN) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengingatkan Gubernur Soekarwo agar tidak terpengaruh dengan wacana lokalisasi para pekerja seks komersial (PSK) di pulau-pulau kecil di kawasan kepulauan seribu. Alasannya, wacana tersebut justru akan mendukung semakin berkembangnya bisnis prostitusi di Indonesia. “Indonesia tidak bisa meniru Malaysia, dengan keberadaan Genting Island di Malaysia yang jadi pusat kawasan perjudian dan prostitusi. Kita Indonesia, hampir mayoritas penduduknya umat muslim, lain halnya di Malaysia,” tutur Abdussomad Bukhori Ketua MUI Jatim saat dikonfirmasi terkait wacana pemindahan PSK di pulau-pulau terkecil, Kamis (19/4).
Penolakan dari MUI Jatim ini, Kata Abdussomad, karena Provinsi Jawa Timur sudah memiliki perencanaan matang terkait mekanisme penanganan lokalisasi. Sehingga tidak ada pilihan lain, kecuali menutup dan memulangkan para PSK ke kampung halaman masing-masing agar bertaubat dan menjalani kehidupan seperti masyarakat pada umumnya.
Senada dengan MUI, Gubernur Jatim Soekarwo dikonfirmasi wartawan setelah pertemuan dengan Dirjen Rehabilitasi Kementerian Sosial, Rabu (18/4) kemarin, menyatakan tetap bersikeras untuk menutup lokalisasi prostitusi dan memulangkan para pekerja seks komersial (PSK). Tidak perlu dilokalisir seperti yang diwacanakan Dirjen Rehabilitasi Kementerian Sosial.
“Silakan Pak Dirjen (mewacanakan relokasi). Tapi di Jawa Timur sini nggak. Mereka pulang mau, dilatih mau, kenapa perlu dilokalisir?” kata Soekarwo
Menurut Soekarwo, tidak perlu ada relokasi kawasan prostitusi. Karena, para PSK sendiri bersedia untuk pulang dan berhenti dari dunia pelacuran. Yang perlu dilakukan adalah mencari solusi untuk akar persoalan para PSK. Melalui pendekatan yang selama ini dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, masalah ekonomi menjadi masalah utama PSK enggan meninggalkan dunianya. Selain itu, masalah sosial juga dialami para PSK. Stigma negatif sering melekat sehingga masyarakat tidak mau menerima. Ini pun tetap dicarikan solusi.
“Kalau masalahnya ekonomi, ya dicarikan solusi ekonomi. Kalau masalah sosial, ya supaya mereka kembali bisa diterima masyarakat,” ujarnya. (rif)