Surabaya (KN) – Para guru tidak tetap (GTT) yang masuk daftar database CPNS dan telah mendapatkan sertifikasi, Rabu (11/4) mengadu ke DPRD Surabaya atas tindakan pihak sekolah tempat mereka mengabdi yang dinilai telah bertindak sewenang-wenang memecat mereka.Salah seorang guru SDN Gading 5 Tambak Sari, Yulfa, mengaku telah mengabdi sebagai guru kelas di SDN Gading 5 sejak tahun 2004 hingga 2011. “Selama mengadi, pada 2007 saya dipanggil untuk ikut sertifikasi. Saya tidak mengajukan, tapi saya dipanggil untuk ikut sertifikasi,” kata Yulfa dihadapan anggota Komisi D DPRD Surabaya.
Namun, lanjut dia, pada 2008 ada aturan dari pemerintah pusat bahwa GTT tidak boleh lagi mengikuti sertifikasi. “Tapi saya tetap mengajukannya, dan sertifikasi tetap saya dapatkan,” katanya.
Pada 2011, Yulfa mengatakan ada aturan baru lagi dari pemerintah pusat bahwa guru swasta yang mendapat sertifikasi dipindah ke sekolah swasta. “Saya juga tidak tahu aturan yang mana itu. Tentunya itu membuat saya harus dikeluarkan dari tempat saya mengajar pada 30 Juni 2011lalu,” katanya.
Menurut Yulfa, alasan pihak sekolah mengeluarkannya karena dipandang perlu untuk mengurangi GTT dan juga pertimbangan anggaran yang menipis dan jam belajar yang tidak ada untuk GTT. “Bahkan pada pendaftaran siswa baru, saya tidak diberi jam mengajar. Pihak sekolah hanya menyarankan agar GTT pindah ke sekolah swasta. Saya bingun harus mencari sekolah swasta karena tuntutan memenuhi jam belajar sebagai mana syarat sertifikasi yang selama ini saya dapatkan,” katanya.
Hal yang sama juga dialami guru bidang studi di SMPN 19, Dwi Susanti. Ia mengaku sudah mengabdikan dirinya di sekolah tersebut sejak 1997. “Namun pada 2010, saya diminta sekolah mengundurkan diri dengan alasan ada pindahan PNS dari Sidoarjo. Saya diminta tanda tangan mengundurkan diri, tapi saya tidak mau,” katanya.
Dwi mengatakan, pihaknya telah memohon kepada Kepala Sekolah agar tetap diperkenankan mengajar karena sudah masuk dalam database CPNS, tapi Kepalah Sekolah tetap tidak mau. “Bahkan saya merengek-rengek minta tetap dipekerjakan meski hanya sebagai penjaga koperasi atau perpustakaan,” katanya.
Pada saat itu pula, Dwi mengaku sempat diberi honor Rp90 ribu per bulan. “Saya menduga diberinya gaji sedikit dengan harap saya mau mundur. Tapi saya tetap tidak mau,” katanya.
Dwi juga mengaku telah menghadap ke salah satu pejabat di Kantor Dinas Pendidikan Surabaya. “Saya ketemu dengan Pak Yusuf, tapi tetap tidak bisa bantu dengan alasan karena saya sudah satu tahun tidak mengajar. Tapi saya membantah, saya bukan mengundurkan diri melainkan dipecat,” katanya.
Ketua Komisi D Bidang DPRD Surabaya Baktiono mengatakan, pihaknya akan memperjuangkan nasib para GTT yang dipecat tersebut dengan mengundang pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan. “Saya akan panggil mereka. Biar tahu permasalahan sebenarnya,” kata Baktiono. (anto)