Surabaya (KN) – Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jawa Timur mengajak SKPD Pemprov Jatim anggota komisi ikut merumuskan advokasi kebijakan, sehingga arah dan tujuan KPA dapat diterima pemangku kebijakan.“Merumuskan ide dari masing-masing anggota sangat penting sehingga visi dan misi bisa sama,” kata Sekretaris KPA Provinsi Jawa Timur Dr R Otto Bambang Wahyudi MSi, MM saat Lokakarya Strategi dan Rencana Kerja Advokasi di Rumah Makan Agis Surabaya 12-13 September 2012.
Menurutnya, ada banyak tantangan yang dihadapi anggota KPA seperti jangkauan terhadap akses universal layanan masih perlu ditingkatkan, sumber daya yang perlu ditingkatkan, baik sumber daya manusia maupun sumber daya pendanaan, penggunaan kondom dalam hubungan seksual berisiko perlu ditingkatkan, kesinambungan program (sustainability) masih perlu ditingkatkan, program masih bergantung pada pendanaan luar negeri, sistem layanan kesehatan dan komunitas masih lemah, perlunya peningkatan tata kelola pemerintahan dalam rangka harmonisasi koordinasi, serta perlunya peningkatan pewujudan lingkungan kondusif untuk mengurangi stigma dan diskriminasi.
Khasus HIV/AIDS menurut Otto, selain karena kekurangtahuan masyarakat, Kasus HIV/AIDS juga dikarenakan telah terjadi perubahan tata nilai kehidupan pada masyarakat di Indonesia khususnya Jawa Timur. “Jika mereka yang positiv HIV sekarang usianya 24 tahun, berarti mereka telah mengenal sex dan narkotika saat usia 14 tahun, inilah mengapa saya menyebut telah terjadi perubahan tata nilai,” tuturnya.
Banyaknya penderita HIV/AIDS harus disikapi serius. Karena si penderita biasanya baru menyadari telah terjangkit jika kondisinya telah parah. Ditambah adanya stigma negatif di masyarakat yang membuat penderita enggan terbuka.
Karena itu sosialisasi sangat penting untuk membuka hati penderita agar mau memeriksakan diri ke rumah sakit.”Makanya penanganan dan penanggulannya harus dilakukan agar tidak semakin menyebar dan meluas. Dan masyarakat harus mendukungnya,” terangnya.
Dengan semakin meningkatnya potensi ancaman penyebaran HIV/AIDS, KPA berharap pemerintah daerah lebih meningkatkan kinerjanya. Misalnya dengan lebih intensif melakukan sosialisasi hidup, membiasakan pakai kondom saat berhubungan seks di luar pasangan yang sah.
“Sosialisasi penggunaan kondom di wilayah lokalisasi jangan dianggap semacam, dukungan agar masyarakat melakukan sex bebas, tetapi ini sekadar untuk menjaga agar mereka tidak terinveksi HIV,” tegas Otto.
KPA menurutnya, tidak punya wewenang untuk masuk ke area pribadi seseorang, karena setiap warga masyarakat punya hak masing-masing. KPA hanya mengimbau gunakanlah kondom jika berhubungan intim. “Tugas kami adalah menyosialisasikan penggunaan kondom 100%, bukan mencampuri area pribadi orang,” terangnya. (rif)