Jakarta, mediakorannusantara.com – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar, meminta kepala desa tidak latah membangun desa wisata, tapi memprioritaskan pengembangan potensi dan keunikan desa.
“Jangan latah membangun desa wisata dan akhirnya semua pabrikan. Itu tidak akan pernah bertahan kalau begitu. Pantai Kuta sejak buyut kita lahir ya seperti itu. Tapi sampai saat ini setiap ke Kuta selalu menyenangkan ya karena alam. Kondisi yang dimiliki desa secara khusus pasti memiliki daya tahan yang cukup besar,” ujar Mendes PDTT dalam keterangannya terkait peluncuran Program Pemuliaan Air di Tukad Oos Nyapuh Tirah Campuhan di Ubud, Gianyar, Provinsi Bali, pada Selasa (12/7/2022).
Peluncuran program itu dihadiri Mendes PDTT, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf), Angela Herliani Tanoesoedibjo, Dirjen Pembangunan Desa dan Perdesaan, Sugito dan Kepala Balai Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Samuel Sine. Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud, Ari Dwipayana, Pembina Yayasan Puri Kauhan Ubud, Anak Agung Bagus Ari Brahmanta; Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana, I Wayan Suardana; Integrated Terminal Manager Manggis PT Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus, I Gede Agus Sentanu Putra; Kepala Dinas PMD Provinsi Bali dan Kabupaten Gianyar, para Camat, dan perbekel Desa Singapadu Tengah, Lodtunduh, Batuan, Buahan, Keliki, Bukian, Sayan, Singakerta, Kertas, dan Taro.
Menurut Menteri Abdul Halim, dengan mengembangkan potensi dan keunikan desa, pembangunan bisa dimanfaatkan jangka panjang, bersifat terus menerus, dan menjadi ciri khas yang tidak hanya mengikuti tren.
Pemilihan sektor wisata dalam membangun desa dinilai cukup beralasan karena memiliki prospek yang menjanjikan, seperti berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu, Menteri Abdul Halim berpesan agar membangun pondasi yang kuat dan banyak inovasi dalam pengembangan Desa Wisata untuk terus membuatnya menarik.
“Setiap desa harus memiliki ciri khas tertentu sehingga pariwisata yang dikembangkan bisa bersifat terus menerus dan tidak bisa ditiru,” katanya.
Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud, Ari Dwipayana, mengatakan, pekerjaan rumah (PR) untuk membangun Desa Wisata di Bali masih banyak meskipun memiliki banyak potensi alam.
Baginya, Desa Wisata bukan hanya status administratif, melainkan juga harus menjadi jiwa yang bisa memunculkan kreatifitas dan inovasi.
“Roh desa wisata itu adalah inovasi dan kreatifitas dimana kita mampu mengelolanya dan mengemasnya, mengembangkan story telling-nya dan terbuka untuk belajar. Juga sirkulasi ekonomi, jangan sampai pengembangan pariwisata hanya untuk segmen tertentu,” jelasnya.
Sedangkan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf), Angela Herliani Tanoesoedibjo, mengimbau agar setiap desa bisa mencari keunikan yang bisa menjadi daya tarik yang bisa dikembangkan bersama.
Tujuannya supaya bisa menjadi Desa Wisata Mandiri, yang memiliki pendapatan dan mengelola anggaran sendiri untuk mencukupi kebutuhan operasionalnya.
“Seperti kata pak Mendes dan Bli Ari untuk jangan latah karena memang kita harus cari keunikan desa masing masing dan harus kita kembangkan bersama. Yang paling penting pada akhirnya desa wisata itu menjadi desa wisata mandiri khususnya secara ekonomi yang bisa menjadi nilai tambah dan membiayai semua yang dibutuhkan,” pungkasnya.(wan/an)