Surabaya (KN) – Ketua Umum PBNU KH Said Agil Siraj memanfaatkan momentum peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke-66. Seluruh pimpinan wilayah sampai pimpinan ranting diintruksikan untuk bersama-sama memerangi radikalisme. Langkah ini juga sekaligus menindaklanjuti ajakan kerjasama Badan Nasional Pemberantasan Teroris (BNPT) untuk bersama-sama melakukan deradikalisasi di Indonesia.
“Deradikalisasi memang tugasnya ormas, tapi kalau pemberantasan terorismenya itu kewajiban aparat. NU sangat mendukung kerjasama ini, yang praktIknya akan memberikan pemahaman ke umat agar menghindari sikap radikal,” ungkap Said Aqil Siraj, Selasa (16/8).
Kerjasama antara BNPT dengan ormas Islam, termasuk di dalamnya NU ditandai dengan penandatanganan MoU, Kamis (11/8). Teknisnya, ormas Islam diminta membantu pemberantasan terorisme melalui langkah persuasif berupa deradikalisasi. Selain imbauan lisan, PBNU juga akan segera menyampaikan permintaan ke pimpinan di setiap wilayah hingga ranting, agar ikut berperan aktif dalam pemberantasan terorisme.
Menanggapi instruksi tersebut, Ketua Tanfidyah PWNU Jatim KH Hasan Mutawakil Alallah yang dikonfirmasi wartawan, Selasa (16/8) mengatakan, tanpa harus diinstruksipun, PWNU Jatim sudah mengantisipasi keberadaan radikalisme di wilayah Jawa Timur. Terutama radikalisme yang berkedok ajaran agama dan demokrasi. “Kita tanpa diinstruksipun sudah melaksanakan itu,” ungkapnya.
Langkah nyata yang telah dilakukan dengan membentuk aswaja center di setiap cabang, ranting, maupun pondok pesantren. Wadah ini, merupakan pusat kajian tentang doktrin (ajaran) ahlu sunnah waljamaah. Kajian ini berpedoman pada referensi kitab-kitab muktarobah (kitab rujukan utama para kiyai).
Dalam kajian itu akan ditarik benang merah antara teks yang ada di kitab muktarobah kemudian disesuaikan dengan kondisi umat saat ini. “Dengan terbentuknya wadah ini, digariskan secara tegas peran antara agama dan negara. jadi sangat tidak mungkin masyarakat melakukan perbuatan anarkis, jika sudah memahami tugas masing-masing antara agama dan negara,” jelasnya.
Lebih lanjut Mutawakil menuturkan, selain membentuk aswaja center, langkah antisipasi munculnya radilakisme yaitu dengan membuat maklumat secara tertulis kepada pengurus cabang sampai ranting, agar menghindari kegiatan maupun penyampaian aspirasi yang melibatkan massa banyak. Karena menurut kebiasaan, massa banyak sangat sulit dikontrol supaya tidak melakukan radikalisme. Mutawakkil menjamin, meskipun terjadi kekerasan, tidak pernah ditemui ada symbol-simbol NU maupun kader NU di dalamnya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Wilayah Nahdlotul Ulama (PWNU) Jatim KH M Syukron Jazilan MAg mengatakan, PWNU secara kelembagaan menegaskan bahwa kekerasan itu tidak dapat diselesaikan dengan cara kekerasan (anarkis). “Jika ada ormas anarkis, mereka punya logika sendiri yakni kemungkaran itu harus dihadapi dengan kekerasan, karena menurut pemikiran dan penglihatan mereka, kemungkaran cenderung dibiarkan aparat penegak hukum,” katanya. (yok)
Foto : Ketua Umum PBNU KH Said Agil Siraj