Jakarta, mediakorannusantara.com- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membantah pernyataan dalam putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengenai adanya mediasi dengan Partai Prima sebelum persidangan digelar dalam memori banding tambahan yang disampaikan kepada PN Jakpus, Selasa (21/3). “Dalam pertimbangan hukum Putusan PN Jakpus Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst halaman 42 disebutkan pengadilan telah mengupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menunjuk hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai mediator. Berdasarkan laporan mediator tanggal 26 Oktober 2022, upaya perdamaian tidak berhasil, padahal tidak pernah ada mediasi,” ujar anggota KPU RI Mochammad Afifuddin dalam konferensi pers di Media Center KPU RI, Jakarta, Jumat. 24/3
Menurut KPU, lanjut Afif, sapaan Mochammad Afifuddin, pemeriksaan perkara perdata tanpa didahului mediasi itu melanggar Pasal 3 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. “Akibat dari terjadinya pelanggaran tanpa mediasi, pemeriksaan perkara cacat yuridis serta harus ditetapkan putusan sela untuk dilakukan mediasi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (4) Perma 1/2016,” ucap dia.
Pasal tersebut menyebutkan dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan, yakni pemeriksaan perkara perdata tanpa didahului mediasi, apabila diajukan upaya hukum, pengadilan tingkat banding atau Mahkamah Agung dengan putusan sela memerintahkan pengadilan tingkat pertama untuk melakukan mediasi.
Berikutnya dalam memori banding tambahan itu, KPU menyampaikan sejumlah poin lain, di antaranya KPU memohon penangguhan pelaksanaan putusan serta merta sebagaimana dalam amar putusan PN Jakpus tersebut.
Beberapa hal yang melatarbelakangi permohonan itu adalah terdapat kepentingan negara yang wajib diutamakan dalam rangka menjalankan Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 bahwa pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Beragam ketentuan yang diatur dalam UU Pemilu tidak ada yang berkenaan dengan alasan penundaan pemilu. Yang ada adalah pemilu lanjutan dan pemilu susulan. Selain itu, KPU memandang ada kemungkinan dua atau lebih kewenangan hukum putusan yang berbeda karena di satu sisi, KPU saat ini dituntut untuk memberikan kesempatan perbaikan verifikasi administrasi selama 10 x 24 jam kepada Partai Prima berdasarkan Putusan Bawaslu Nomor 001/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/III/2023. “Namun di sisi lain, berdasarkan amar putusan serta merta PN Jakpus, KPU diperintahkan pula untuk menunda tahapan pemilu dengan serta merta yang dimaknai pula menunda tahapan verifikasi perbaikan, sebagaimana amar putusan Bawaslu dimaksud,” kata Afif.
Penyerahan memori banding tambahan oleh KPU itu disarankan Komisi II DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (15/3).
Dalam rapat tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang meminta KPU membuat memori banding tambahan guna memperkuat permohonan banding yang diajukan menanggapi putusan PN Jakpus terkait dengan gugatan Partai Prima itu. Selain itu, Junimart meminta KPU menyewa jasa pengacara. ( wan/an)