Denpasar, mediakorannusantara.com – Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menegaskan istilah Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan lembaga antirasuah tersebut dimulai dengan penyelidikan untuk menemukan alat bukti yang cukup, bukan tindakan yang dilakukan secara tiba-tiba.
“Kegiatan tangkap tangan di KPK dimulai dengan penyelidikan, bukan suatu kejadian yang seketika tiba-tiba,” kata Alex di Denpasar, Bali, Senin.2/12
Alex mengatakan dalam mengungkap kasus dugaan korupsi, KPK terlebih dahulu menerbitkan surat perintah penyelidikan (Sprindik) terhadap pelaku yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.
Kemudian, KPK melakukan penyadapan, pengintaian terhadap terduga pelaku. Setelah mengumpulkan bukti berupa rekaman, gambar dan alat bukti lainnya, barulah surat perintah untuk melakukan kegiatan penangkapan dikeluarkan.
“Sehingga kita punya keyakinan terjadinya suatu peristiwa pidana dan setelah kita dapat informasi misalnya ada penyerahan duit pada H tertentu, kemudian kita terbitkan surat perintah untuk melakukan penangkapan,” katanya.
Sehingga Alex menyimpulkan diksi OTT dalam hal itu merujuk pada kegiatan penangkapan karena merupakan ujung dari kegiatan penyelidikan.
“Jadi mungkin lebih tepatnya kegiatan penangkapan, itu ujung dari proses penyelidikan. Tentu dari penyelidikan telah diperoleh kecukupan alat bukti,” katanya.
Alex menegaskan pihaknya akan tetap melaksanakan kegiatan OTT setelah melalui serangkaian tindakan penyelidikan.
Sejauh ini, kata dia, langkah tersebut tidak dapat dihapuskan mengingat hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 12 ayat (1) UU KPK yang mengatur tentang kewenangan KPK dalam melakukan penyadapan dalam tugas penyelidikan dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e.
“Nggak ada (penghapusan OTT), kalau seperti itu kan ada Pasal 12 ayat 1 KPK di dalam proses penyidikan sudah bisa melakukan penyadapan. Bahwa alat bukti itu termasuk juga alat bukti elektronik, rekaman suara, rekaman gambar dan sebagainya,” katanya saat ditanya terkait kemungkinan penghapusan OTT di KPK.
Bahkan menurut Alex, OTT dinilai efektif dalam pemberantasan korupsi.
“Sejauh ini efektif. Cuma saya lihat makin ke sini orang makin hati-hati, orang makin belajar dari peristiwa sebelum-sebelumnya,” katanya.
Dia menyatakan indeks persepsi korupsi di Indonesia masih tinggi.
Hal tersebut disebabkan oleh masyarakat yang masih permisif terhadap perilaku koruptif dan tidak terbangunnya integritas dalam diri pejabat penyelenggara negara.
“Budaya anti korupsinya belum terbangun dengan baik. Penyakit-penyakit kita masih seperti itu,” katanya.
Sebelumnya, istilah OTT ramai diperbincangkan usai Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak,
yang menyebut OTT akan dihapus jika dia terpilih menjadi Ketua KPK. Pernyataan itu disampaikan di Ruang Rapat Komisi III DPR RI saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK.
Menurut Johanis, istilah OTT tidak tepat.Johanis menyebut, pengertian operasi menurut KBBI, yakni dicontohkan seorang dokter melakukan operasi, yang tentunya semuanya sudah dipersiapkan dan direncanakan.
“Terkait dengan OTT menurut hemat saya saja saya kurang, mohon izin, meskipun saya di pimpinan KPK, saya harus ikuti tapi berdasarkan pemahaman saya, OTT itu tidak pas, tidak tepat,” kata Johanis. ( wa/ar)