Surabaya (MediaKoranNusantara.com) – Komisi A DPRD Surabaya, Kamis (25/6/2020) kembali menggelar hearing (rapat dengar pendapat) soal Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang dikeluhkan warga Perumahan Wisata Bukit Mas (WBM). Rapat dengar pendapat itu dihadiri pengembang WBM, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang Pemkot Surabaya dan warga.Dalam hearing itu, Komisi A merekomendasikan 5 point yang harus dilaksanakan oleh pengembang WBM. Antara lain, mendesak agar pihak pengembang segera menyerahkan Prasarana Sarana Untilitas (PSU) atau fasilitas umum (Fasum) dan fasilitas social (Fasos) perumahan kepada Pemkot Surabaya.
Pemkot Surabaya diminta menghentikan perizinan WBM. Pengembang WBM tidak lagi memungut IPL kepada warga. Warga diperbolehkan melakukan renovasi sedangkan pengembang tidak boleh melarang. Yang terakhir dibentuk tim audit terhadap hasil pungutan IPL.
Menanggapi rekomendasi itu, pihak pengembang WBM bersikukuh tidak bersedia melaksanakan rekomendasi Komisi A.
Adytia Imanuel, manager Perumahan WBM bersikukuh kalau kebijakan yang dilakukan sudah sesuai aturan. Adytia Imanuel enggan menjelaskan lebih lanjut saat dikonfismasi oleh para wartawan sesuai hearing.
Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Pertiwi Ayu Khrisna menegaskan akan bersikap keras menanggapi respon pihak pengembang WBM. “Kita tidak akan merekomendasikan pemberian ijzn kepada WBM kalau mau mengembangkan usahanya lagi. Kita sekarang masih perseneling 1 nanti kita kerasi lagi” tegas Ayu.
Sedangkan anggota Komisi A, Arif Fathoni mendesak agar pengembang segera menyerahkan PSU atau Fasum dan Fasosnya ke Pemkot Surabaya agar tidak ada lagi pungutan IPL pada warga.
“Pemkot sudah mengirim surat kepada pengembang WBM agar menyerahkan Fasum Fasosnya, tapi sampai sekarang belum ditanggapi” terang Fathoni.
Sementara itu, Tito, perwakilan warga mengaku senang dengan rekomendasi Komisi A tersebut. “Point yang membuat kami senang terutama diperbolehkannya warga melakukan renovasi rumahnya” katanya.
Tito kembali mengatakan, pungutan IPL oleh pengembang WBM sangat memberatkan warga. “Pungutan itu naik setiap tahun dan sekarang sudah senilai Rp 1 jutaan per bulan” ungkapnya.
Menurut Tito, kalau warga menolak membayar IPL, pihak pengembang akan melarang warga untuk melakukan renovasi rumahnya.(KN01)