Surabaya (mediakorannusantara.com) – Hearing di Komisi D DPRD Kota Surabaya yang dipimpin langsung oleh Ketuanya, Khusnul Khotimah dihadiri oleh anggota komisi dan beberapa perwakilan dinas terkait dari Pemerintah Kota Surabaya. Dari rapat dengar pendapat tersebut ditemukan terkait keluhan tenaga outsourcing yang gajinya mengalami penurunan.
“Ada 703 tenaga admin di 284 SD Negeri yang ada di Surabaya, jika dihitung 703 dibagi 284 maka masing-masing sekolah terdapat 3 tenaga admin. Jadi kalau kerjanya berat ya tidak juga,” ujarnya di Jalan Yos Sudarso Surabaya, Rabu (8/2/2023).
Tampak hadir di rapat tersebut, Dispendik, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM, dan Kepala Administrasi Pembangunan Kota Surabaya.
Khusnul Khotimah menyampaikan bahwa sejumlah tenaga outsourcing yang bekerja di Bagian Administrasi di SD dan SMP Negeri di Surabaya mengeluhkan turunnya honorarium, sementara beban kerjanya bertambah.
“Untuk tenaga kontrak admin ada 281 dari 63 SMP Negeri di Surabaya. Jika 281 dibagi 63 jadi 4 tenaga kontrak di masing-masing sekolah. Jadi saya lihat secara ketatausahaan tenaga kontrak yang ada disekolah sudah cukup,” papar Khusnul Khotimah.
Politisi perempuan asal Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Surabaya ini meyampaikan bahwa honor tenaga admin di lingkungan SD dan SMP itu berbeda honornya dengan tenaga satpam, keamanan, dan sopir.
“Untuk itu kami memanggil dinas terkait untuk menanyakan hal tersebut, dan ternyata benar honor tenaga admin dengan satpam selisih serta honorariumnya turun,” terangnya.
Khusnul menyebutkan, dari keterangan Bagian Administrasi Pembangunan Kota Surabaya, standar gaji satpam, bagian kebersihan, di lingkungan Dinas Pendidikan memang sudah sesuai Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 83/PMK.02/tahun 2022.
“Untuk tenaga admin di SD dan SMP Negeri, itu berdasarkan Perpres P3K atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Karena dasar peraturannya memang ada seperti yang saya sebut diatas tadi, jadi honorarium tenaga admin di SD dan SMP memang turun,” ungkapnya.
Khusnul Khotimah menyatakan, mungkin cara komunikasi dinas yang disampaikan ke tenaga admin di SD dan SMP sedikit berkurang.
“Sehingga apa yang ditangkap pegawai admin berbeda jadi seolah menjadi gaduh,” tukasnya. (jack/swr)