KORAN NUSANTARA
Headline indeks Jatim

Komisi B Tolak Rencana Penutupan Dua Pabrik Gula Swasta di Jatim

Surabaya (MediaKoranNusantara.com) – Komisi B DPRD Jatim menolak rencana penutupan dua pabrik gula Swasta di Jawa Timur yaitu PT Kebun Tebu Mas (KTM) di Lamongan dan PT Rejoso Manis Indo (RMI) di Kabupaten Blitar.

Anggota Komisi B DPRD Jatim Subianto berharap PT Kebun Tebu Mas (KTM) di Lamongan dan PT RMI (Rejoso Manis Indo) di Kabupaten Blitar untuk secepatnya memenuhi persyaratan pendirian pabrik gula di Jatim yaitu penyediaan lahan 20 Persen untuk mempunyai lahan sendiri.

“Sampai saat ini KTM sudah memenuhi 16,5 % tentunya kami berharap KTM bisa memenuhi dalam waktu singkat ,” kata politikus asal Partai Demokrat saat dikonfirmasi di Surabaya, Kamis (17/6/2021).

DPRD Jatim, lanjut Subianto, juga sedang berusaha memperjuangkan kuota import gula rafinasi bagi PT KTM. “Ternyata gula rafinasi yang diproduksi dari KTM tidak dapat kuota import. Ini yang kami perjuangkan agar para pabrikan Mamin dan pelaku UMKM bidang Mamin tidak terlalu jauh untuk mendapatkan gula rafinasi yang nantinya membebani para pelaku pabrikan Mamin dan pelaku UMKM berbasis mamin,” jelasnya.

Sementara menyangkut soal permintaan APTRI (Asosiasi Petani Tebu Rakyat) Jatim agar PT KTM dan RMI ditutup, politisi asal Partai Demokrat ini mengaku kurang sependapat karena dampaknya bernilai investasi di Jatim.

“Ini kepentingan investasi bagi Jatim dan tentunya akan menambah PAD bagi Jatim. Saya mengambil contoh PT KTM saat ini bisa memberikan randemen lebih baik dari pabrik gula yang lainnya . Sekarang ini randemennya 9,57 setara harga Rp 99.800 per kwt tebu. Nilai tersebut sangat besar bagi petani tebu dan ini tidak tentu didapat dari PG yang lainnya. Itu masih dari PT KTM, belum lagi di PT RMI. Makanya kalau ditutup kami kurang sepakat,” tegas Subianto.

Bahkan, lanjut politikus Demokrat ini, kalau asal tutup setiap investasi masuk ke Jatim, tentunya akan menimbulkan preseden buruk bagi investasi di Jatim. “Disaat propinsi lainnya membutuhkan investor agar mau berinvestasi di wilayahnya. Kok di Jatim diusulkan ditutup. Ini jelas akan menimbulkan preseden buruk bagi investasi di Jatim. Apalagi saat ini pemerintah sedang menggeliatkan perekonomian ditengah pandemi,” jelasnya.

Senada, anggota Komisi B lainya, Rohani Siswanto menyoroti getolnya APTRI Jatim yang selalu mendesak pemerintah untuk mencabut ijin pabrik gula milik PT KTM (Kebun Tebu Mas) di Lamongan dan PT RMI di Blitar. “Saya kira lebih baik APTRI Jatim harusnya memikirkan bagaimana mensejahterakan petani tebu di Jatim. Tak usah urus dapurnya orang lain,” sindir politikus asal Partai Gerindra.

Semestinya, APTRI ini fokus pada tugasnya sendiri bagaimana mensejahterakan petani tebu, dan tak usah untuk mendesak untuk mencabut ijin sebuah pabrik gula di Jatim. “Tentunya sudah ada instrumen negara yang diberikan kewenangan memberikan/mencabut ijin tersebut. Kalau ada dugaan penyimpangan laporkan saja tidak usah terlalu banyak berwacana, segera laporkan ke pihak berwajib. Tentunya jika ada pelanggaran, akan ada sanksi untuk itu,” tegas Rohani.

“Saya kira lebih baik fokuslah pada tugasnya membuat petani bergairah menanam tebu. Sekaligus introspeksi kenapa para petani itu malah menjual tebu ke pihak swasta kalau memang mereka punya ikatan kuat dan kepercayaan dari para petani,” imbuhnya.

Komisi B DPRD Jatim, lanjut Rohani, sangat fokus paling utama untuk memberikan kesejahteraan para petani tebu dan masyarakat Jatim pada umumnya. “Saat ini sedang diperjuangkan adalah rekomendasi ijin untuk gula rafinasi dari pemerintah. Ada apa dibatasi tanggal 25 Mei 2010. Ini merupakan pekerjaan rumah yang masih perlu kami tanyakan ke kementrian terkit,” jelasnya.

“Dan APTRI juga perlu menyampaikan ke publik berapa progres penambahan lahan tebu di area mereka. Biar kami juga bisa menilai berhasil tidak pola pembinaan yang mereka lakukan mensejahterakan petani tebu,” kata Rohani.

Terpisah, Ketua DPD APTRI PTPN XI Jawa Timur, Sunardi Edy Sukamto, sebelumnya mengatakan ijin kedua PG Swasta di Jawa Timur itu sebagai pabrik gula kristal putih (GKP) berbasis tebu dengan kewajiban memiliki lahan tebu sendiri. Namun selama hampir 5 tahun terakhir tidak menepati janji untuk menyiapkan lahan tebu dan tanamannya sendiri.

“Kedua pabrik itu membeli tebu petani dengan harga lebih tinggi dari pabrik lainnya, terutama pabrik gula milik BUMN. Akibatnya, pabrik gula lainnya mengalami kekurangan pasokan bahan baku. Beberapa pabrik harus mengurangi produksi dan sebagian bahkan terpaksa tutup,” katanya. (KN01)

 

 

Related posts

Tiga Terduga Teroris Temanggung Ditangkap Densus 88

redaksi

Pemberian BBH Dokter Internship Tetap Diberikan

Hari Pertama Kerja, Walikota Eri Cahyadi Pantau Vaksinasi Lansia dan Screening Donor Plasma Konvalesen

kornus