Sidoarjo (KN) – Ketua Umum Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi), Subiyono menyatakan siap menghadapi diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Untuk mengantispasinya, Industri gula lokal melakukan langkah-langkah strategis seperti melakukan otomatisasi dan mekanisasi di ladang (on farm) maupun memulai produksi produk turunan seperti listrik dari ampas tebu maupun bioetanol dari tetes tebu seperti yang sudah dilakukan pabrik gula (PG) milik PTPN X.
“Revitalisasi berbasis diversifikasi juga mencerminkan pembenahan menyeluruh dari on farm ke off farm, dari hulu ke hilir, karena diversifikasi usaha menuntut budidaya tebu yang baik dan pengolahan pabrik yang efisien,” kata Subiyanto di Sidoarjo, Rabu (24/9/2014).
Dirinya memperkirakan, seiring bakal diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) mulai 2015 mendatang, bakal mengancam produksi gula lokal. Pasalnya, harga gula lokal bakal kalah bersaing dengan gula impor. Misalnya HPP gula Thailand saat ini tak lebih dari Rp 4.500/kg sedangkan HPP gula lokal kini mencapai Rp 8.500/kg.
“Dengan pembebanan bea masuk saja, gula Thailand masih sangat menarik dari sisi harga, apalagi jika nantinya bea masuknya dihapuskan setelah adanya MEA. Industri kita tidak akan bisa bersaing, karena konsumen akan memilih gula yang harganya jauh lebih murah,” katanya.
Ia menuturkan, ketika MEA resmi diberlakukan, maka produksi gula lokal tidak akan bisa bertahan menghadapi serbuan produk impor. “Negara tetangga kita seperti Thailand siap membanjiri pasar dengan produk mereka jika kita tidak bsia meningkatkan daya saing,” ujarnya.
Seperti diketahui, Thailand saat ini cukup sukses mengembangkan industri gula. Dengan hanya konsumsi gula tahunan sebesar 2 juta ton, industri gula Thailand dalam setahun mampu menghasilkan 10 juta ton gula, sehingga sisanya banyak diekspor, salah satunya ke Indonesia.
Ketua Koperasi Usaha Bersama Pergulaan Rosan Kencana Jawa Timur, Marzuki Abdul Ghafur mengatakan, kalau tahun 2015 MEA berlaku dan pasar sudah bebas, maka tidak ada aturan yang berpihak kepada petani. “Petani pasti akan memilih komoditas lain yang menguntungkan. Sasarannya jelas alih lahan,” katanya. (ovi)