Surabaya (MediaKoranNusantara.com) – Komisi B DPRD Jawa Timur meminta pertanggungjawaban Pabrik Gula (PG) Rejoso Manis Indo dan PG PT. Kebun Tebu Mas (KTM). Pasalnya, kedua pabrik tersebut, belum bisa memenuhi kebutuhan lahan hampir 20 persen dari total produksi.
Ini sebagaimana diungkapkan Anggota Komisi B DPRD Jatim, Agus Dono Wibawanto selepas menggelar rapat bersama PG RMI dan PG KTM di Gedung DPRD Jatim, Senin (12/9/2022). Dalam rapat komisi ini, juga dihadiri Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan Jatim serta Kepala Divisi Regional (Kadivre) Perhutani Jatim.
“Pada prinsipnya Komisi B meminta pertanggungjawaban kepada kedua PG itu karena ada batasan untuk memenuhi kebutuhan lahan hampir 20 persen dari total produksi. Dan nampaknya, para pihak ini belum bisa memaksimalkan pemenuhan seperti itu,” kata politisi Partai Demokrat ini.
Agus Dono mengungkapkan, bahwa kendala utama yang menjadi penyebab kedua PG ini belum memenuhi aturan adalah lantaran pada posisi lahan. Padahal, dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah memberikan beberapa opsi lahan.
“Kendala-kendala utama memang sebenarnya di posisi lahan. Dari pihak pemerintah pusat, dalam hal ini KLHK sjdaj memberikan opsi-opsi berkenaan dengan lahan tersebut,” jelas pria asal Malang ini.
Akan tetapi, dia menyebut, secara substantif opsi lahan dari pemerintah pusat itu belum bisa dimaksimalkan karena adanya dua kendala. Yakni, kendala topografi dan sosial.
“Dimana banyak lahan-lahan yang sudah dikelola masyarakat. Hal itulah yang membuat mereka belum memberikan jawaban yang sangat positif keberadaan 20 persen dari total lahan produksi,” ungkap dia.
Karenanya, Agus Dono menyebut, pihaknya juga mendorong kedua PG ini agar dapat memanfaatkan potensi-potensi yang sudah dibantu oleh pemerintah pusat. Dalam hal ini, instansi terkait juga diminta agar melakukan monitoring pengawasan.
“Para pihak dalam hal ini Dinas Kehutanan maupun Dinas Perkebunan Jatim, diminta oleh Komisi B untuk segera memonitoring pengawasan dan progres hal-hal yang terkait itu,” pintanya.
Alasannya, kata dia, karena tujuan pabrik gula swasta didirikan salah satunya adalah untuk produksi gula. Tetapi kenyataannya, kedua PG tersebut belum memiliki lahan yang dibataskan oleh aturan. Akibatnya, banyak pabrik gula yang seharusnya masih berproduksi, akhirnya tidak berproduksi.
“Karena bahan baku tebunya tidak terpenuhi, terserap di dua pabrik gula tadi. Padahal dua pabrik PG tadi boleh berproduksi manakala dia sdh menyediakan 20 persen lahan dari total produksi yang ditetapkan,” kata politisi Partai Demokrat tersebut.
Selama ini, Agus Dono menyatakan, kedua PG itu masih menerapkan metode Gula Rafinasi dalam proses produksi. Alasannya, karena kedua PG itu mendapatkan kebijakan konsesi dari pemerintah pusat berkenaan dengan produksi yang mereka ekspor.
“Tetapi persoalannya kan visi dan misi PG didirikan bukan untuk itu. Harusnya potensinya adalah menyerap tenaga kerja, produksi gula nasional bertambah, tidak impor. Itu tujuannya. Tapi faktanya yang ada seperti itu. Oleh sebab itu Komisi B mendorong percepatan soal itu,” tandasnya. (KN01)