Surabaya (KN) – Berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), jumlah mutasi lahan dari tahun 2010-2013 mencapai 4.227,75 hektar.“Disinilah pentingnya peran TNI melalui Komandan Distrik Militer (Dandim) terus mengecek RTRW agar tetap diperuntukkan untuk lahan pertanian bukan perumahan, karena hal itu melanggar Peraturan Daerah No 5 Tahun 2012 tentang RTRW Provinsi Jatim,” kata Gubernur Jatim Soekarwo saat paparan Sosialisasi Ketahanan Pangan dalam rangka mewujudkan swasembada pangan dari Kementrian Pertanian RI di Aula Makodam V Brawijaya, Surabaya, Senin (5/1/2015).
Sekdaprov Jatim Sukardi menjelaskan, luas dan sebaran Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) kabupaten/kota di Provinsi Jatim sebagian telah selesai di Perda-kan, dan sebagian lainnya sudah dalam proses. Dicontohkan daerah yang sudah memiliki Perda LP2B diantaranya Bondowoso, Jombang, Malang, dan Tulungagung. Dengan pembuatan Perda LP2B diharapkan bisa mengurangi mutasi lahan pertanian. Karena mutasi lahan dari tahun 2010-2013 jika disetarakan, akan kehilangan 49,662 ton beras.
Untuk memenuhi kebutuhan 10 juta ton kebutuhan beras, bisa dipenuhi dari Jatim, Jateng, Jabar, dan Sulawesi Selatan. Hal itu bisa dilakukan dengan fokus pada 4 wilayah tersebut dan Indeks Pertanaman (IP) dinaikkan, dari tanah kering menjadi tanah irigasi. Sementara itu, IP Jatim saat ini hanya 1,86 dan akan dinaikkan menjadi 2,58.
Komitmen Pemprov Jatim dalam mendukung pencapaian sasaran ketahanan pangan nasional tahun 2015, diantaranya dengan mendukung pencapaian produksi tanaman pangan strategis di Jatim untuk padi sebesar 12,86 juta ton. Sedangkan produksi jagung sebesar 7,17 juta Ton PPK, serta produksi kedelai sebesar 480.148 Ton OSE. Disamping itu juga dengan mengamankan pertanaman yang dipanen dari gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), dan dampak perubahan iklim agar luas panen optimal.
Lebih lanjut disampaikan, sasaran produksi tanaman pangan khususnya padi di Jatim tahun 2015-2019 naik sebesar 106,75 persen dari target tahun 2013, atau dari 12, 049 juta Ton menjadi 13,222 juta Ton. “Sedangkan ketersediaan beras di Jatim saat ini mencapai 8,5 juta Ton yang dikonsumsi sebanyak 3,4 juta Ton, sehingga ada surplus beras 5,1 juta Ton beras,” tukasnya.
Berdasarkan data prosentase volume dan penjualan beras eceran tahun 2010-2014, terjadi perubahan preferensi konsumen terhadap kualitas beras yang yang dikonsumsi oleh masyarakat. Pada tahun 2011 beras membramo hanya dikonsumsi sebanyak 17 persen, dan naik konsumsi naik tajam pada 2014 menjadi 43 persen. Ini membuktikan bahwa masyarakat semakin menyukai beras punel, dan kepunelan beras bergantung pada proses penggilingan gabah kering. Karakteristik penggilingan padi di Jatim kebanyakan berada di penggilingan padi kecil dengan kapasitas kapasitas giling kurang dari 1,5 Ton/jam. Hal ini disebabkan masih rendahnya pengetahuan dan pengelolaan yang masih tradisional.
Karenanya, Gubernur Jatim telah mengajukan usulan ke Presiden RI terkait kebijakan perberasan. Isi usulan mengenai permohonan kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah, beras, dan kedelai. “Misalnya Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani menjadi Rp. 4100, beras di Gudang Bulog menjadi Rp. 8000. Saya berharap Presiden segera memberi tanggapan positif sehubungan usulan ini,” harapnya.
Untuk mendukung semua program tersebut, gubernur menekankan pada TNI untuk mendukung penuh Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Diantaranya dengan menambah IP di lokasi lahan yang dikelola TNI dan didaftarkan ke BPS sebagai lahan untuk pertanian, TNI bersama petani mengawasi peredaran produk bersubsidi, TNI bersama jajaran Pemerintah Kabupaten/Kota aktif di Pos Simpul Koordinasi P2BN. (yo)