Jakarta (KN) – Pendekatan partisipatoris dan kultural menjadi kunci sukses dalam pembangunan lingkungan hidup (LH) di Jawa Timur. Dengan pendekatan itu, seluruh daerah, stakeholder, serta masyarakatmenjadi kompak, termotivasi, dan bahu-membahu untuk membangun LH sesuai potensi daerahnya masing-masing.Hal itu disampaikan Gubernur Jawa Timur, Dr. H. Soekarwo guna menjawab pertanyaan enam panelis yang menjadi tim penilai penghargaan Nirwasita Tantra oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI di Ruang Rimbawan II, Gedung Manggala Wanabakti, KantorKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jl Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (7/7/2017).
Pakde Karwo, sapaan akrab Gubernur Jatim mengatakan, salah satu bentuk partisipatoris dalam konteks hubungan dengan pemerintah kabupaten/kota adalahmengedepankan pendekatan fungsional, sepertipemberian bantuan keuangan bagi kabupaten/kota terhadap program-program LH yang disusun.
Walaupun sesuai perundangan telah ada perubahan otonomi daerah kabupaten/kota, pendekatan fungsional-bukan struktural, tetap dijalankan agar tercipta partisipatoris. “Dengan pendekatan fungsional, kabupaten/kota yang memiliki program LH yang baik dan sejalan dengan RPJMD kami berikan bantuan keuangan” katanya.
Dengan pendekatan dan bantuan keuangan itu, lanjut Pakde Karwo, membuat pemerintah kabupaten/kota dengan melibatkan stakeholder dan masyarakat makin termotivasi untuk membangun dan melestarikan LH sesuai potensinya masing-masing. Imbasnya, berbagai inovasi di bidang LH berkembang dengan baik di Jatim.
“Inovasi-inovasi dan terjaganya LH itu berbuah penghargaan-penghargaan di bidang LH untuk kabupaten/kota, seperti Adipura dan Adiwiyata. Bahkan dalam penghargaan yang diberikan saat Hari Lingkungan Hidup Tahun 2016 kemarin, kabupaten/kota asal Jatim mampu mendominasi penghargaan Adipura dan Adiwiyata” ujar Pakde Karwo.
Selain pendekatan fungsional, Pakde Karwo juga melakukan pendekatan kultural untuk membangun LH di Jatim. Pasalnya, terdapat tiga kultur di Jatim, yakni Jatim sebelah tengah ada kultur budaya arek dengan kalangan intelektual, sebelah barat ada budaya mataraman yang patuh pada birokrasi, dan sebelah timur atau pendalungan dan Madura yang patuh kepada kiai.
“Jadi pendekatannya berbeda-beda karena kulturnya juga berbeda. Manajemen yang maju adalah yang mengutamakan kultural” kata Pakde Karwo. (hms)