Jakarta,mediakorannusantara.com- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong realisasi proyek-proyek gasifikasi batu bara di Tanah Air, termasuk rencana pembangunan coal to methanol (batu bara menjadi metanol) di Batuta Coal Industrial Park (BCIP), Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Pembangunan proyek pabrik metanol dari batu bara dengan proses gasifikasi tersebut merupakan upaya peningkatan kapasitas industri metanol di Indonesia yang kebutuhannya terus meningkat.
“Kebutuhan metanol di Indonesia telah mencapai 1,1 juta ton pada tahun 2019. Sementara itu, Indonesia hanya memiliki satu produsen metanol yaitu PT Kaltim Methanol Industri di Bontang dengan kapasitas sebesar 660 ribu ton per tahun,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita lewat keterangannya di Jakarta, Minggu.
Menperin menuturkan rencana pembangunan proyek batu bara menjadi metanol di BCIP di Kutai Timur bernilai investasi dua miliar dolar AS. Proyek konsorsium antara PT Bakrie Capital Indonesia dengan PT Ithaca Resources dan Air Products and Chemical Inc tersebut diproyeksikan akan mengolah 4,7 – 6,1 juta ton batu bara menjadi 1,8 juta ton metanol per tahun.
“Proyek coal to methanol dengan proses gasifikasi batu bara merupakan industri pionir di Indonesia. Hingga saat ini belum ada industri kimia dengan teknologi proses gasifikasi batu bara,” terangnya.
Menperin berharap konsorsium rencana pembangunan batu bara menjadi metanol ini dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar hingga beroperasi secara komersial nantinya.
“Dalam mendukung pelaksanaan proyek coal to methanol Kemenperin juga akan senantiasa mendampingi pelaksanaan proyek ini dan akan turut membantu mengatasi permasalahan teknis yang muncul,” tegasnya.
Menurut Menperin, industri metanol merupakan industri petrokimia yang memegang peranan sangat penting bagi pengembangan industri di hilirnya. Bahan baku metanol sangat dibutuhkan dalam industri tekstil, plastik, resin sintetis, farmasi, insektisida, dan kayu lapis.
Metanol juga sangat berperan sebagai antifreeze dan inhibitor dalam kegiatan migas. Kemudian metanol merupakan salah satu bahan baku untuk pembuatan biodiesel.
Selain itu metanol dapat diolah lebih lanjut menjadi Dimethyl Ether (DME) yang dapat dimanfaatkan sebagai produk bahan bakar.
“Metanol akan terus memainkan peran penting sebagai bahan baku utama di industri kimia. Hal tersebut secara pasti akan membuat kebutuhan metanol meningkat di masa mendatang,” ungkap Menperin.
Terkait biodiesel, dalam kesempatan yang sama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan pemerintah menargetkan penerapan penggunaan biodiesel B40 pada tahun 2022 dan bertahap menjadi B100 pada 2024-2025. “Karena banyak dibutuhkan, maka industri metanol didorong agar tumbuh terus,” ujarnya.
Ia menyampaikan, kebutuhan metanol di dalam negeri sekitar dua juta ton dan baru dapat dipenuhi dari produsen lokal sebesar 700.000 ton. Pemerintah mendukung hilirisasi batu bara karena Indonesia memiliki potensi cadangan batubara medium range yang sesuai digunakan untuk likuifikasi menjadi metanol.
“Kontribusi industri bahan kimia dan barang kimia pada tahun 2019 mencapai 1,16 persen atau sekitar Rp184 triliun, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 1,12 persen,” kata Menperin menambahkan.
Pertumbuhan industri bahan kimia dan barang kimia tahun 2019 menunjukkan lonjakan yaitu sebesar 8,20 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh negatif 4,18 persen.
Sedangkan, nilai ekspor bahan kimia dan barang dari bahan kimia pada 2019 mencapai 12,65 miliar dolar AS, dengan nilai impor sejumlah 21,51 miliar dolar AS. Total investasi di sektor tersebut pada 2019 mencapai Rp23,54 triliun. (wan/an)