Surabaya (mediakorannusantara.com) – Fraksi Partai Golkar DPRD Jawa Timur, meminta penjelasan atas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Provinsi Jawa Timur tentang Pemajuan Kebudayaan.
Pandangan tersebut disampaikan oleh Juru Bicara Fraksi Partai Golkar, Sri Hartatik, dalam sidang paripurna di Gedung DPRD Jatim, Kamis (14/12/2023).
Sri Hartatik mengatakan, pihaknya menyambut baik upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur untuk menyusun Raperda Pemajuan Kebudayaan. Namun, fraksi Partai Golkar memiliki beberapa catatan atas Raperda tersebut.
Pertama, Raperda tersebut merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang sudah cukup lama berlaku. Sedangkan Raperda ini sebagai pelaksanaan atas UU No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dari aspek Tak Benda.
“Apakah Jawa Timur pada saat sekarang sudah mendesak dibentuknya Perda dimaksud tanpa ada rujukan perundangan di atasnya yang berlaku terkini?,” terang Sri Hartatik membacakan pandangan Fraksi Partai Golkar DPRD Jatim.
Kedua, Raperda tersebut memuat pengaturan tentang pembentukan Dewan Kebudayaan Daerah Jawa Timur yang selanjutnya ditetapkan oleh Gubernur. Namun, Fraksi Partai Golkar menilai, pengaturan tersebut perlu diperjelas.
Terutama, terkait dengan persinggungan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) antara Dewan Kesenian Jawa Timur dengan Dewan Kebudayaan Daerah Provinsi.
“Sejauh mana Raperda ini mendorong pemanfaatan teknologi digital sehingga bab dan pasal Perda tidak harus terlalu detail?” tanya Sri Hartatik.
Ketiga, Raperda tersebut menyatakan bahwa dari kajian, terdapat indikasi beberapa permasalahan. Apabila permasalahan itu memang selama ini dihadapi dinas terkait di lingkup Pemprov Jatim, maka mengapa Raperda ini tidak menjadi usulan yang memiliki bahan cukup sesuai tupoksinya.
“Dinyatakan pula bahwa tujuan dibentuknya Perda ini ada 10 poin (a sampai j) yang cukup identik dengan tujuan tingkat nasional. Narasi tujuan yang sedemikian banyak point, semestinya dapat diringkas dalam beberapa rangkaian kalimat karena senyatanya terbaca ada duplikasi makna satu dengan lainnya, bahkan sama dengan tingkat nasional,” jelas Sri Hartatik dalam poin keempat.
Kelima, Provinsi Jawa Timur sudah memiliki Pergub Nomor 66 Tahun 2015 tentang Pelestarian Cagar Budaya. Namun, Raperda ini sebagai pelaksanaan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dari aspek Tak Benda.
“Mengharap penjelasan apa beda yang spesifik atas dua pengaturan dalam norma hukum ini,” ujar Sri Hartatik.
Dalam rangka otonomi daerah, Fraksi Partai Golar juga mempertanyakan sejauh mana Raperda ini mengatur tentang muatan lokal yang memang dibutuhkan oleh daerah.
Keenam, Raperda ini tidak memuat secara khusus tentang ‘Partisipasi Masyarakat. Padahal realisasi Kebudayaan sangat bersentuhan dengan kehidupan masyarakat (sisi hak dan larangan).
“Undang-Undang tentang Cipta Kerja mengingatkan bahwa pembentukan Perda di masa selanjutnya perlu efisien-efektif dan kualitas. Oleh karena itu diterbitkan Perda dipertimbangkan benar-benar dibutuhkan dalam proses pembangunan daerah,” sebut Sri Hartatik.
Sri Hartatik juga menegaskan bahwa Fraksi Partai Golkar berharap kepada Pemprov Jatim dapat memberikan penjelasan atas catatan-catatan tersebut sebelum Raperda ini ditetapkan sebagai Raperda usulan DPRD/Paripurna.
“Fraksi Partai Golkar mengharap penjelasan atau tanggapan pengusul sebelum Raperda ini ditetapkan sebagai Raperda usulan DPRD/Paripurna,” tandasnya. (KN01)