Jakarta, mediakorannusantara.com– Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), sebagai ketua harian gugus tugas pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang pusat, telah melakukan berbagai upaya terkait perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI), dan perlindungan dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Sekretaris Kementerian PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu menjelaskan, sejauh ini upaya yang telah ditempuh berfokus pada dua hal, yaitu pada penyusunan peraturan perundang – undangan dan pada tingkat partisipasi masyarakat.
Sesuai tugas fungsinya, Kemen PPPA telah memfasilitasi penyusunan beberapa peraturan perundang – undangan. Pertama, mengkoordinasikan penyusunan Peraturan Presiden No.22 tahun 2021 tentang perubahan atas Peraturan Presiden No.69 tahun 2008 tentang gugus tugas pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang.
Kedua, Kemen PPPA juga sedang mengawal rancangan Perpres rencana aksi nasional (RAN) pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang tahun 2020-2024, dan saat ini posisinya sudah berada di Sekretariat Kabinet.
“Selain itu, kami telah menyusun peraturan ketua harian gugus tugas pencegahan dan penanganan TPPO Pusat No.1 tahun 2021 tentang pembentukan sub gugus tugas pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang di tingkat pusat, serta disusunnya Permen PPPA No.8 tahun 2021 tentang standar operasional prosedur pelayanan terpadu bagi saksi atau korban TPPO,” ujar Pribudiarta dalam keterangan yang diperoleh Rabu (16/3/2022).
Pribudiarta menambahkan, di tingkat partisipasi masyarakat, Kemen PPPA telah mendorong terbentuknya gugus tugas (GT) PP TPPO di 34 provinsi dan 240 kabupaten/kota. Provinsi Papua dan Papua Barat di tahun 2022 ini sudah terbentuk sehingga di tingkat provinsi semuanya telah memiliki GT PP TPPO.
Selain itu, Kemen PPPA juga mendorong pembentukan Community Watch yaitu model pencegahan TPPO di tingkat akar rumput yang melibatkan partisipasi masyarakat, seperti tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, kepala desa/lurah, PKK, karang taruna, LSM, pendidik, pelajar, dan bahkan sektor swasta, dan memiliki 2.712 agen perubahan yang terlibat.
Pada aspek pendataan dan pelayanannya, Kemen PPPA telah memiliki layanan sahabat perempuan dan anak (SAPA 129) yang merupakan layanan pengaduan, berupa call center 24 jam. SAPA 129 memberikan akses bagi seluruh rakyat Indonesia untuk melaporkan langsung kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditemui atau dialami sendiri melalui telpon 129 atau whatsapp di 0811-129-129, dan sudah terintegrasi dengan SIMFONI PPA, yang merupakan sistem informasi online untuk perempuan dan anak.
Kemen PPPA juga melakukan kerja sama dengan instansi terkait sebagai upaya perlindungan PMI, serta perlindungan dari TPPO. “Kami bekerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan, melalui Program Bina Keluarga Pekerja Migran Indonesia (BK – PMI), guna meningkatkan kemandirian ekonomi, ketahanan dan kesejahteraan keluarga dan PMI, serta menjamin hak anak keluarga PMI. Kami juga bekerja sama dengan Kementerian PDT dan Transmigrasi, serta Kementerian Dalam Negeri melalui program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA), sehingga program – program kami juga akan sampai pada tingkat desa,” ungkap Pribudiarta.
Tidak hanya itu, sejumlah K/L yang berada dalam naungan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) turut menyampaikan laporan, serta rekomendasi kebijakan terkait perlindungan PMI dan pencegahan serta penanganan TPPO, sesuai tugas dan fungsi masing – masing.
Menko PMK Muhadjir Effendy menyampaikan bahwa sesuai arahan Presiden, melindungi pekerja migran harus menjadi acuan dalam pelaksanaan perlindungan PMI. Mulai dari penghentian perdagangan orang, perlindungan menyeluruh, pra keberangkatan, masa bekerja, dan kembali ke tanah air, serta mengoptimalkan peran TNI/Polri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa, dan kementerian/lembaga (K/L) terkait lainnya.
Muhadjir juga menegaskan untuk memperhatikan implementasi sanksi atau hukuman kepada para penyalur tenaga kerja yang memberangkatkan PMI secara ilegal. Kemudian, perlu dilakukan penguatan pada setiap lini prosesnya, mulai dari pendaftaran, proses rekrutmen, hingga pemberangkatan, termasuk pendataan dan keamanannya di perbatasan.(wan/inf)