Jakarta, mediakorannusantara.com– Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyetujui Rancangan Undang Undang Pendidikan dan Layanan Psikologi (RUU PLP) menjadi undang-undang.
Persetujuan itu, diambil usai Pimpinan Komisi X DPR RI menyampaikan laporan pembahasan RUU PLP pada Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (7/7/2022).
Usai mendengarkan laporan Komisi X DPR RI, Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmat Gobel, menanyakan persetujuan tersebut kepada peserta Rapat Paripurna.
“Kami akan menanyakan kepada setiap fraksi, apakah Rancangan Undang-Undang tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi dapat disetujui dan disahkan menjadi undang-undang,” tanya Gobel kepada Anggota DPR RI yang kemudian menyatakan ‘setuju’ dan disambut ketukan palu sidang tanda disahkannya RUU PLP menjadi UU.
Dalam laporannya di hadapan Rapat Paripurna, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian memaparkan, RUU PLP awalnya memiliki sebanyak 673 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), dengan rincian DIM tetap 117 buah, DIM diubah redaksi 124, DIM diubah substansi 87, DIM penambahan Substansi 86, dan DIM dihapus 259. Hetifah menjelaskan, RUU PLP pada awalnya berjudul RUU Praktik Psikologi. Dalam pembahasannya, terjadi dinamika dan perubahan substansi, sehingga terjadi perubahan judul RUU menjadi Pendidikan dan Layanan Psikologi yang disepakati dalam rapat panja pada 23 Mei 2022.
Politisi Partai Golkar itu menjelaskan, RUU PLP sudah menjalani uji publik di Universitas 11 Maret, Universitas Airlangga, dan Universitas Hasanuddin. Hetifah mengatakan, RUU tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan layanan psikologi, daya saing, serta kualitas SDM psikologi. RUU PLP juga menata dan memberikan kepastian proses strata, harapan penyelenggaraan pendidikan bagi para psikolog melalui pendidikan akademik dan pendidikan profesi yang akan berdampak langsung pada layanan psikologi yang optimal.
“Selain itu, RUU ini juga memberikan pengaturan dan kepastian adanya kerja sama antara perguruan tinggi dan organisasi profesi, keduanya memiliki tanggung jawab terhadap mutu layanan profesi psikologi,” kata Hetifah. Selain itu, kata legislator daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Timur tersebut, RUU PLP juga memberikan kepastian pengaturan kepada psikolog memiliki surat tanda registrasi (STR) dan mendapat surat izin praktik psikologi (SILP) yang dikeluarkan organisasi profesi dan SILP dikeluarkan oleh pemerintah pusat.
Dalam kesempatan yang sama di hadapan Rapat Paripurna DPR RI, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) RI Nadiem Makarim juga menyampaikan persetujuannya atas nama pemerintah dan mendukung pengesahan RUU PLP. Selain itu pemerintah akan melakukan koordinasi dengan berbagai pihak sebagai langkah tindak lanjut guna menyusun peraturan turunan dari RUU PLP ini.
“Pemerintah akan mengajak para pemangku kepentingan terutama organisasi-organisasi profesi dan perguruan tinggi penyelenggara pendidikan psikologi untuk menyusun peraturan turunan, dan mengimplementasikannya dengan seoptimal mungkin untuk kerja sama dalam menyelesaikan rancangan undang-undang pendidikan dan layanan psikologi ini,” ujar Nadiem dalam laporannya di hadapan Rapat Paripurna DPR RI.9wan/inf)