Hal ini dilakukan melalui Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa (P3PD) agar desa menjadi sentra ekonomi dan tidak ditinggalkan oleh generasi mudanya. Adapun program ini merupakan kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Bank Dunia (World Bank).
“Mari buat kemajuan. Program 4 hari ini jadi pemicu. Akan tetapi, selanjutnya terserah bapak dan ibu bagaimana dan ke arah mana kemajuan ini akan dibawa,” kata Eko dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.3/10
Menurut dia, transfer dana yang besar ke desa bisa untuk membuat kemajuan di desa. Kondisi saat ini berbeda dengan masa lalu, dana desa ketika itu minim hanya Rp50 juta. Saat ini desa mendapatkan anggaran yang relatif cukup besar.
Selain itu, teknologi digital yang ada saat ini juga mempermudah para aparatur desa untuk mendapatkan berbagai informasi yang berguna guna mendorong kemajuan di desa masing-masing.
“Teknologi sudah memungkinkan. Lihat desa-desa yang maju. Kunjungi, studi banding, ATM. Dahulu tidak ada anggaran, sekarang kurang apa? Jadi, tinggal komitmen kita saja,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya aparatur desa untuk melakukan evaluasi tentang desanya.
“Kita harus evaluasi desa kita statusnya apa? Swadaya, swakarya, atau swasembada? PADesnya berapa? Sebelum saya menjabat berapa, setelah saya menjabat berapa?” tambah Eko.
Direktur Fasilitasi LKAD, PKK, dan Posyandu Chaerul Dwi Sapta menambahkan bahwa pelatihan selama 8 minggu di 33 provinsi, sejak minggu ketiga September hingga minggu kedua November 2023.
“Dan saat ini telah memasuki angkatan keempat,” imbuhnya.
Berdasarkan data National Management Concultant (NMC), sampai saat ini sebanyak 21.190 peserta telah dilatih dari target 133.832 (16 persen) secara nasional. Jumlah desa yang telah dilatih mencapai 5.576 desa dari target 33.458 desa (17 persen). ( wa / ar)