Surabaya (MediaKoranNusantara.com) – Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sempat akan mulai menjalankan program vaksinasi mandiri atau berbayar sebelum kemudian ditunda pelaksanaannya, Senin (12/7/2021).
Rencana vaksinasi mandiri ini dilakukan untuk memberikan opsi kepada masyarakat apakah menggunakan vaksin gratis dari pemerintah atau membayar melalui program vaksinasi gotong royong.
Ketua DPRD Jawa Timur, Kusnadi mengatakan, bahwa vaksin ini tidak bersifat permanen dan memiliki jangka waktu tertentu. Oleh karena itu pembentukan kekebalan tubuh atau herd immunity ini setidaknya harus dapat tercapai sekitar 70 persen dari seluruh populasi penduduk Indonesia.
“Maka harus dikejar untuk kekebalan komunitas setidaknya 70 persen di antara seluruh populasi tervaksinasi. Sehingga terjadilah apa yang disebut dengan kekebalan komunitas,” kata Kusnadi di Kantor DPRD Jatim, Senin (12/7/2021)
Sedangkan dalam program percepatan vaksinasi sendiri, Kusnadi menilai, bahwa ada dua faktor yang menjadi penghambat pemerintah dalam mencapai kekebalan komunitas. Pertama adalah ketersediaan vaksin yang berhubungan dengan jumlah hasil produksi.
“Apakah kemudian perusahaan-perusahaan farmasi yang memegang lisensi memproduksi vaksin ini mampu mencapai sekian miliar manusia sedunia atau setidaknya 280 juta penduduk indonesia,” jelasnya.
Sementara faktor kedua, Kusnadi menyebut, apabila pemerintah mengejar capaian vaksinasi minimal 70 persen dari sekitar 280 juta penduduk Indonesia, tentu saja dari sisi pendanaan akan tersedot ke sana semua. Sedangkan pemerintah sendiri, saat ini tengah kesulitan dalam hal pendanaan.
“Mungkin dari sisi produksi bisa terpenuhi, tapi dari sisi pembiayaan pemerintah menghadapi kesulitan. Maka kemudian kalau ada pihak-pihak swasta yang akan melakukan proses vaksinasi dengan pengadaan vaksin, tapi tentunya dengan kontrol pemerintah, maka kenapa tidak,” katanya.
Oleh karenanya, Politisi PDI Perjuangan Jatim ini mengaku sependapat dengan rencana pemerintah menjalankan program vaksinasi mandiri atau berbayar. Namun, ketika program ini dijalankan, tentunya harus adanya kontrol atau pengawasan pemerintah dalam hal pembiayaan atau tarif vaksin.
“Supaya harga vaksin yang dijual pemilik modal swasta juga tidak terlalu berat bagi masyarakat. Apalagi dalam kondisi seperti ini,” ujar Kusnadi.
Akan tetapi, Kusnadi menyatakan, bahwa di sisi lain pemerintah juga harus tetap melaksanakan proses vaksinasi secara gratis. Bagi dia, dua opsi antara vaksinasi mandiri dan gratis ini harus bisa berjalan seiringan untuk mencapai target percepatan herd immunity atau kekebalan tubuh seluruh penduduk Indonesia.
“Bagi mereka yang mampu dan ingin vaksin cepat, monggoh (silahkan) dilakukan di pihak vaksin (swasta) yang memang mengadakan itu. Jadi harus ada dua opsi. Tapi jangan hanya berbayar saja sementara tanggungjawab pemerintah memberikan vaksinasi terhadap rakyatnya berhenti, tidak boleh,” ungkap dia.
Karenanya, Kusnadi mengaku setuju apabila pemerintah ingin menjalankan dua program vaksinasi secara mandiri dan gratis. Sebab, tujuan program dari vaksinasi adalah pembentukan herd immunity seluruh warga Indonesia agar risiko penularan Covid-19 bisa diminimalisir.
“Karena tujuannya (vaksin mandiri) adalah untuk mempercepat program vaksinasi, tapi tetap harus ada pengawasan dari pemerintah. Jadi, artinya siapa yang boleh mengimport vaksin dan sebagainya, harus benar-benar diawasi betul karena ini berkaitan dengan persoalan nyawa,” tandasnya. (KN01)