BLH Jatim Temukan Indikasi PT Suparma Buang Limbah B3 Di Belakang Pabrik
Surabaya (KN) – Dari hasil inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Tim Garda Lingkungan Surabaya pada 28 Juli lalu, PT Suparma (pabrik kertas) diindikasikan membuang limbah B3 (bahan berbahaya beracun) ke lahan cukup luas yang berada di belakang pabrik. Namun, pembuangan itu mendadak dihentikan. Dari hasil sidak Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jatim bersama Tim patroli Air pada 4 Agustus lalu, diketahui jalur truk untuk pembuangan B3 berupa sisa pembakaran batu bara dan ampas kertas tak terpakai telah ditutup.
Indikasi penutupan tersebut diketahui tim saat masih berada di dalam lokasi pabrik Suparma saat di lokasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian BLH Jatim, Gono Bilowoseno SP bertanya pada salah seorang Security Suparma, Sulih. “Untuk ke lokasi yang diduga ada limbah B3 lewat mana mas?” tanya Gono. Lantas Sulih pun berkoordinasi dengan salah seorang karyawan, Khoirul Wahyudi yang mengemudikan mobil. “Untuk ke lokasi lewat belakang saja pak,” kata Sulih pada Khoirul. Lantas Khoirul menjawab,” Lho lewat belakang kan gak bisa?” jawabnya dengan cepat. “Kalau begitu lewat depan putar masuk lewat gang sebelah (pabrik) saja,” kata Sulih menanggapi.
Setelah itu, tim pun langsung menuju lokasi yang diduga pembungan limbah B3 Suparma. Saat tiba di lokasi yang dimaksud, ternyata jalur yang diberitakan beberapa media itu memang telah ditutup. Melihat jalur yang buntu itu, Gono pun mengajak tim untuk kembali, karena dianggap tak ada aktivitas pembuangan limbah B3 oleh Suparma.
Lantas tak berhenti di situ saja. Tim Patroli Air Terpadu pun tetap mencoba mengroscek data foto milik Garda Lingkungan. Alhasil diketahui, penutupan jalur pembuangan limbah pabrik kertas di kawasan Waru Gunung Surabaya itu berupa pagar beton blok yang sebelumnya masih terbuka untuk jalur truk, kini ditutup rapat. Di depan pagar juga dipasang karung goni plastik berisi tanah seakan area yang dipagari itu bukan bekas jalur truk.
Selain itu, jalur truk dekat pos pantau penjagaan kini juga ditutup dengan tanggul tanah. Pembangunan tanggul itu seakan juga baru dilakukan, karena sebelumnya pada 28 Juli tanggul belum ada. Tanah urukan itu juga terlihat baru, karena saat disentuh masih basah dan berwarna coklat. Berbeda dengan tanah disekeliling tanggul yang cenderung kehitaman gersang dan kering.
Karyawan Suparma, Khoirul menjelaskan tentang penanggulan jalan dilakukan karena dekat lokasi tersebut merupakan wilayah Marinir. “Tanggul itu dibangun biar gak ada peluru nyasar,” katanya.
Saat ditanya kapan tanggul itu dibangun, ia mengaku tak tahu soal itu dan mengatakan, jika ia adalah karyawan yang bekerja di dalam pabrik, sehingga tak tahu menahu soal kapan penanggulan dilakukan.
Saat tim mencoba mengambil foto di lokasi, Security Suparma, Sulih pun kerap mengingatkan agar tak melampaui batas tanggul, karena itu wilayah Marinir. Ditanya siapa pemilik lahan yang berada di dalam pagar beton blok itu, ia mengaku juga milik Marinir. Guna memastikan, salah seorang anggota tim mencoba melihat dari sela-sela pagar. Di dalamnya terdapat mobil model minibus berwarna silover dan beberapa truk besar yang berlalu lalang.
Guna memastikan pemilik lahan di lokasi dalam pagar beton itu, tim mencoba klarifikasi ke Khoirul dan ia mengatakan, sebagian tanah itu juga milik Pemkot Surabaya. Saat hendak kembali ke lokasi depan pabrik, Khoirul juga menjelaskan jika sekitar 50 meter dari lokasi tanggul itu terdapat bangunan milik Suparma.
Kepala BLH Jatim, Indra Wiragana mengatakan, jika memang ada pelanggaran B3, maka pihaknya tak akan segan untuk menindak tegas. “Pabrik pengalengan ikan di Muncar Banyuwangi saja kita sikat, karena membuang limbah ke laut, apa lagi yang lokasinya dekat-dekat sini saja (Surabaya). kami akan menindak sesuai aturan hukum yang berlaku,” tegasnya.
Ia menuturkan, terkait izin penyimpanan limbah B3, jika itu dilakukan di dalam lokasi pabrik, maka izin dikeluarkan BLH Kabupaten/Kota. Jika buang di luar area pabrik, izin dikeluarkan BLH Provinsi dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Dari info BLH Jatim, hasil penilaian untuk Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (Proper) yang merupakan program Kementerian Lingkungan Hidup hasilnya juga tak terlalu bagus. “Proper Suparma dapat predikat warna merah,” kata Gono Bilowoseno. Warna Merah itu artinya perusahaan telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan, namun baru sebagian kecil mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan.
Sebelumnya, Suparma juga pernah terjaring Tim patroli Air terpadu, karena membuang limbah cairnya ke Kali Surabaya. Suparma pun divonis denda Rp 90 juta oleh Pengadilan Negeri Surabaya atas pelanggaran pencemaran lingkungan, karena terbukti lalai yang menyebabkan kebocoran IPAL (instalasi pengolahan air limbah).
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 59 UU Nomor 32 /2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa, Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya. Limbah B3 yang terbentuk dari suatu kegiatan wajib dikelola sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku oleh penghasil. Merujuk Pasal 103 UU 32/2009, Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara 1-3 tahun dan denda Rp 1-3 miliar. (red)