Jakarta, mediakorannusantara.com – Bank Indonesia (BI) kembali memberi tambahan anggaran sebesar Rp167,7 triliun untuk program pemulihan ekonomi lewat pelonggaran kuantitatif atau Quantitative Easing (QE). Di mana total suntikan likuiditas ke perbankan tersebut diberikan sepanjang periode Mei 2020.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan, penggunaan tambahan QE tersebut diberikan untuk penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) ruipah sekitar Rp102 triliun. Kemudian sekitar Rp15,8 triliun itu tidak mewajibkan tambahan giro bagi yang tak memenuhi Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM). “Sementara sisanya digunakan untuk trem-repo dan FX Swap sebesar Rp49,9 triliun,” katanya dalam video conference di Jakarta Kamis (28/5).
Dia mengatakan, sepanjang Januari-April 2020 injeksi likuiditas ke perbankan telah tersalurkan mencapai Rp415,8 triliun. Sehingga total secara keseluruhan telah dikeluarkan BI termasuk tambahan di Mei 2020 mencapai sebesar Rp583,5 triliun
Adapun QE yang dilakukan oleh bank sentral dari Januari hingga April 2020, terdiri dari pembelian Surat Berharga Negara (SBN) yang telah dilepas asing di pasar sekunder yang menambah likuiditas sekitar Rp166,2 triliun.
Selain itu, term repo perbankan menambah likuiditas sebesar Rp160 triliun. Ada juga penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah pada bulan Januari dan April yang memberi likuiditas sebesar Rp53 triliun dan FX Swap Rp36,6 triliun.
Perry memastikan melalui upaya ini perbankan mempunyai likuiditas rupiah yang mencukupi dalam menjalankan kebijakan restrukturisasi kredit maupun untuk manajemen arus kas.
Selain itu, kebijakan moneter ini juga bersinergi dengan stimulus fiskal yang sudah dirumuskan pemerintah dalam bentuk bantuan sosial, insentif industri dan pemulihan ekonomi untuk mendorong konsumsi masyarakat, produksi dan investasi dunia usaha, baik UMKM maupun koperasi.
Ia menegaskan bank sentral akan terus memperkuat koordinasi ini dengan pemerintah dan OJK untuk memonitor secara cermat dinamika penyebaran COVID-19 dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu.
“Termasuk merumuskan langkah-langkah koordinasi kebijakan lanjutan yang perlu ditempuh untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik dan berdaya tahan,” katanya.(mer/an)