Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi saat membuka Pertemuan Penguatan Analisis Sistem Peringatan Dini Kerawanan Pangan dan Gizi (SKPG), di Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis, menyampaikan dampak El Nino yang dapat membuat kekeringan panjang bisa mengakibatkan pertanian dan peternakan terganggu, sehingga kecukupan pangan perlu diantisipasi.
“Data yang ada di dalamnya adalah data dari daerah yang diinput oleh bapak, ibu bagian urusan pangan di daerah,” ujar Arief.
Pemerintah daerah dan masyarakat umum dapat melihat perkembangan SKPG ini berbasis website yang dapat diakses melalui skpg.badanpangan.go.id, dan secara periodik menghasilkan data status rawan pangan dan gizi baik secara nasional, provinsi maupun kabupaten kota.
Arief menyebut di dalam SKPG terdapat tiga aspek yang ada di dalamnya itu ketersediaan pangan menyangkut luasan lahan, puso atau gagal panen, lalu keterjangkauan pangan yakni daya beli masyarakat dan pemanfaatan pangan mengenai kandungan gizi yang dinilai dari berat badan (BB) balita Indonesia.
Menurut Arief, selain penyediaan website, untuk dapat memberi peringatan dini kerawanan pangan, perlu orang-orang yang memang mengerti tentang pangan di daerah masing-masing.
Dinas-dinas urusan pangan dapat memasukkan data pangan daerah yang bisa dilihat secara nasional, sehingga ketika ada daerah berlebih ketersediaannya akan dapat memasok yang kekurangan.
Ia berharap sosialisasi yang melibatkan semua perwakilan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota mengemas dan menjalan program makan enak, makan sehat, makan B2SA yaitu beragam, bergizi seimbang, dan aman, serta yang terakhir habiskan.
Program tersebut untuk menjaga aspek pertama, yaitu ketersediaan pangan di daerah produsen maupun konsumen. Masyarakat diharapkan dapat menerima keberagaman konsumsi dan tidak membuang-buangan ketersediaan pangan.
Saat ini terdapat 74 daerah yang masuk dalam kategori rawan pangan, sebagian besar berada di Indonesia bagian timur. Kerawanan pangan pun telah terpetakan di Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan atau Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA).
Pada sisi lain, hasil produksi pangan Indonesia rata-rata terbuang 30 persen karena berbagai faktor. Oleh karena itu, kata Arief, sistem peringatan dini kerawanan pangan ini dapat digunakan sebagai pencegahan.
“Jadi, kita tidak ingin misal panen 100 ton, 30 persennya terbuang kan? Oleh karena itu kami ajak pemerintah daerah melalui dinas-dinas urusan pangan dapat menjaga kerawanan pangan dengan data dan pengetahuan yang cukup di SDM,” katanya lagi. ( wan/an)