KORAN NUSANTARA
Headline Jatim Nasional

Arcandra sebut Perusahaan Migas Eropa banyak Beralih Energi Terbarukan


Surabaya, mediakorannusantara.com  – Mantan Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menyebut ada enam faktor banyaknya perusahaan minyak dan gas (migas) di Eropa beralih ke energi terbarukan (ET), salah satunya pendanaan untuk eksplorasi dan produksi migas semakin sulit dibandingkan dengan ET.

Arcandra yang juga pakar di bidang migas itu dalam keterangan persnya yang diterima di Surabaya, Kamis 11/2 mengakui, sejatinya margin bisnis dari ET ini jauh lebih rendah daripada migas, ditambah kebutuhan energi ke depan diprediksi yang terus meningkat.

Faktor lain yang menyebabkan pindahnya perusahaan migas ke ET, karena sulitnya industri migas masuk ke perusahaan, karena dikuasai BUMN atau milik negara, seperti di Venezuela, Timur Tengah, Libya, Rusia dan Iran.

Kedua, pendanaan untuk eksplorasi dan produksi migas semakin sulit dibandingkan dengan ET. Jika ada lembaga keuangan yang mendanai proyek migas, mereka akan mengenakan biaya yang tinggi. Ini sejalan dengan risiko bisnis migas yang juga terus meningkat.

Ketiga, pajak karbon (carbon tax). Di Eropa, setiap produksi karbon dikenakan pajak antara EURO 1/ton dan EURO 100/ton.

“Besaran pajak yang harus dibayar perusahaan migas ini akan sangat memberatkan, apalagi dengan risiko bisnis migas yang sangat tinggi,” kata Arcandra.

Keempat, dengan level harga minyak saat ini dan prediksi ke depan, banyak proyek migas tidak lagi menguntungkan.

“Artinya risiko bisnis yang makin lama makin tinggi mengakibatkan risiko keuangan (financial risk) juga naik. Selama tahun 2020 misalnya, Shell melakukan writedown asetnya sekitar 22 miliar dolar AS, sementara Exxonmobile 20 miliar dolar AS,” katanya.

Kelima, adanya kebutuhan dari negara negara yang selama ini sangat bergantung dari impor minyak seperti China, Jepang dan India untuk lebih mandiri dari sisi energi.

“Negara dengan populasi besar itu mulai banyak berinvestasi di ET sehingga IOC melihatnya sebagai peluang bisnis baru,” ujarnya.

Keenam, banyak perusahaan migas di Eropa merasa khawatir terhadap sikap kritis masyarakat terhadap faktor pencemaran lingkungan yang sering ditujukan kepada mereka.

Situasi ini bisa mendorong berbagai class action tersebut menjadi sentimen negatif bagi pelaku usaha migas.

“Oleh karenanya, sebelum class action terjadi, mereka secara perlahan mulai beralih ke bisnis ET,” katanya. Arcandra.

Ia menyebut, salah satu study di Amerika menyimpulkan bahwa cost of capital untuk bisnis migas berada di sekitar 7 persen, sementara untuk perusahaan utility dan power di sekitar 4 persen (ET).

“Selain cost of capital yang tinggi, perusahaan migas berharap return on investment (ROI) mereka sekitar 3,9 persen diatas cost of capital,” tuturnya.

Sementara perusahaan utility dan power bisa menerima ROI sekitar 2,3 persen diatas cost of capital mereka,” katanya.

Dengan margin yang lebih rendah tersebut, membuat perusahaan migas asal Eropa mulai menekuni ET. (an/wan)

Related posts

KPID Jatim Pantau 48 Televisi Lokal Terindikasi Melanggar Program Siaran

kornus

BNN Gerebek Penyelundupan Sabu 70 Kg di Perairan Lhoksukon Aceh

redaksi

Hindari COVID-19, Wagub Sidoarjo dukung larangan Open House