Jakarta, mediakorannusantara.com – Anggota Komisi II DPR RI Agung Widyantoro menginginkan ada kejelasan tentang beberapa hal sebelum mulai diterapkan kebijakan sertifikat tanah elektronik oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
“Ada beberapa hal yang perlu di-clear-kan sebelum melakukan digitalisasi sertifikat tanah,” kata Agung Widyantoro dalam rilis di Jakarta, Sabtu.20/3
Ia memaparkan sejumlah hal itu antara lain mengenai keberadaan sertifikat tanah yang tidak bisa dipungkiri sangat erat kaitannya dengan kesejarahan dan asal muasal tanah, apakah dari tanah adat, perseorangan, maupun turun temurun dari leluhur.
Agung mempertanyakan bagaimana potensi kemungkinan terkikisnya aspek kesejarahan tanah seperti ini dan data-datanya menjadi hilang.
Selanjutnya, perlu ada penegasan dan kejelasan informasi kepada masyarakat yang sudah khawatir dengan isu-isu yang beredar terkait sertifikat lama akan ditarik.
“Pelaku usaha termasuk perbankan pun juga resah, lantas selama ini sertifikat yang sudah menjadi jaminan collateral akan seperti apa. Ini perlu di-clear-kan terlebih dahulu,” ujar Agung.
Ia memahami keinginan pemerintah untuk menerapkan sertifikat tanah elektronik, namun persoalannya, bagaimana konsep penggunaan digitalisasi ini agar mempermudah dari sisi pendataan, dan implementasi.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang menyarankan Kementerian ATR/BPN menguatkan sumber daya manusia yang ada di BPN terlebih dahulu.
Ia menilai Permen ATR/BPN No 1 Tahun 2021 yang terkait dengan sertifikat tanah elektronik itu sangat rawan bisa memunculkan konflik di tengah masyarakat, apalagi pada era digital yang semua bisa direkayasa.
Sebelumnya, Kementerian ATR/BPN menyebutkan akan mengutamakan jaminan keamanan dari sertifikat tanah elektronik yang sedang disiapkan dan akan diimplementasikan dalam kurun waktu beberapa tahun ke depan.
Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN Surya Tjandra dalam keterangan tertulis mengatakan, digitalisasi pada dokumen atau sertifikat tanah adalah keniscayaan dalam waktu cepat atau lambat sehingga perlu disiapkan hal teknis dan keamanan berlapis.
Saat ini Kementerian ATR/BPN tengah mempersiapkan detail teknisnya seperti data dokumen elektronik, validasi data pertanahan hingga dasar hukum yang mengatur kepemilikan hingga alur pembuktian dan penyelesaian sengketa.
“Sertifikat tanah elektronik saat ini belum berlaku, kami akan berusaha terapkan secara bertahap di Jakarta dan Surabaya,” tutur Surya Tjandra.
Kementerian ATR/BPN juga mempersiapkan dari sisi keamanan yang tinggi dengan diawasi oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Nantinya, penerapan sertifikat tanah digital menggunakan ISO: 27001 2013 yaitu untuk sistem manajemen keamanan informasi yang memastikan segala proses yang dilakukan sesuai analisa risiko dan mitigasi berdasarkan praktik-praktik terbaik.
Sertifikat tanah elektronik juga menggunakan 2-factor authentification dan tanda tangan elektronik yang menggunakan otorisasi sertifikat oleh Badan Sertifikasi Elektronik (BSRE). Data digital dari Kementerian ATR/BPN digunakan dalam model terenkripsi atau terproteksi dengan algoritma rumit dan dicadangkan secara teratur di dalam pusat data.(wan/an)