“Anggaran yang langsung diterima oleh Pusat Riset memang tidak besar, hanya sekitar Rp272 milyar. Tapi jangan lupa, anggaran itu hanya untuk beli bahan riset, tidak untuk yang lain seperti raker, rakor, gaji pegawai, bayar listrik, dan lainnya,” jelas Handoko melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (7/1/2022).
Menurutnya, banyak yang berpendapat bahwa anggaran riset menjadi turun, mengingat selama ini anggaran yang diterima oleh lembaga riset itu hanya untuk riset. Pada kenyataannya, di dalam anggaran terdapat banyak komponen seperti gaji pegawai, biaya operasional, dan lainnya.
Handoko menjelaskan, anggaran BRIN saat ini masih berasal dari eks lima entitas utama riset sebelumnya yakni BATAN, LIPI, BPPT, LAPAN, Kemenristek dengan total Rp6,096 trilyun. Anggaran tersebut bersumber dari rupiah murni, SBSN, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan pinjaman luar negeri.
Selain anggaran untuk belanja bahan riset tersebut, ada anggaran yang dikelola oleh Deputi SDM Iptek sebesar 188 milyar. Anggaran ini dimanfaatkan untuk membiayai research assistant, profesor tamu, post doctoral, yang selama ini tidak bisa dilakukan.
”Anggaran di Kedeputian SDM Iptek antaranya untuk membiayai profesor tamu, postdoc, research assistant, mahasiswa S2/S3 program degree by-research, dan lainnya,” sebutnya.
Selain itu, dalam paparannya disebutkan, terdapat anggaran yang dikelola oleh Deputi Bidang Infrastruktur Riset dan Inovasi yakni sebesar Rp2,168 triliun. “Anggaran ini diperuntukkan pembangunan dan perawatan infrastruktur untuk keperluan riset,” terangnya.
Penganggaran lainnya dikelola oleh Deputi Fasilitasi Riset dan Inovasi sebesar 189 milyar. Anggaran ini, dijelaskannya, diperuntukkan memberikan fasilitas kepada para periset untuk melakukan berbagai kegiatan risetnya dengan memanfaatkan fasilitas riset yang dimiliki BRIN.
“Anggaran ini dialokasikan untuk aneka hibah riset, seperti hari layar, ekspedisi, uji produk, akuisisi pengetahuan lokal, pusat kolaborasi riset, dan lainnya,” tuturnya.
Selain itu, ia menyebutkan, ada juga Rp650 milyar untuk hibah prioritas riset nasional dan riset COVID-19. “Semua hibah ini dibuka dengan sistem kompetisi terbuka untuk semua pihak termasuk kampus dan industri,” ungkapnya.
Handoko menambahkan, setidaknya ada 250 milyar di Sekretariat Utama untuk anggaran operasional. Salah satunya biaya infrastruktur dasar, seperti membayar listrik, internet, berlanggan jurnal dan utilitas lainnya. Selain itu, ia menyebutkan, terdapat alokasi 2,25 trilyun untuk belanja pegawai (gaji dan tunjangan) untuk seluruh sivitas BRIN.
“Berbeda dengan sebelumnya, di mana setiap pusat dialokasikan anggaran yang kelihatannya besar, tetapi mereka harus menanggung semua hal di atas. Sehingga anggaran tersebar kecil-kecil, dan tidak memiliki daya belanja,” tandasnya.
Misalnya, ia menyebutkan, satu pusat mendapat alokasi 50 milyar, tapi itu termasuk untuk belanja pegawai dan lain sebagainya. Sehingga mereka tidak mungkin beli alat yang harganya Rp35 milyar. “Dengan sistem sekarang kami memiliki daya belanja yang tinggi, membeli alat untuk mendukung riset seharga Rp150 milyar juga bisa,” pungkasnya.(wan/inf/p)