“Praktik kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan tidak sesuai perspektif dasar agama,” kata Alissa Qotrunnada Munawaroh dikutip dari akun Instagram Jaringan Gusdurian di Jakarta, Jumat.25/11
Hal tersebut disampaikan Alissa Wahid di sela-sela kegiatan Halaqah Tematik yang mengusung tema “Peran ulama perempuan dalam perlindungan buruh migran perempuan akibat pandemi” yang diadakan oleh Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) di Jepara.
Ia mengatakan apabila terjadi praktik kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan yang menggunakan narasi agama, maka hal tersebut akibat paradigma keagamaan yang tidak adil.
Oleh karena itu, Kongres Ulama Perempuan Indonesia secara tegas mendorong dan mengajak masyarakat untuk menghentikan praktik-praktik kekerasan terhadap perempuan maupun anak perempuan.
“Agama tidak mengajarkan kekerasan terhadap perempuan, agama justru memelihara hak-hak dasar manusia baik laki-laki maupun perempuan,” tegas Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian tersebut.
Melawan praktik kekerasan terhadap perempuan adalah isu utama KUPI, baik yang dibahas dalam kongres maupun perbincangan-perbincangan keseharian di kalangan ulama perempuan, ujar Alissa.
Terakhir, menurut dia, kegiatan KUPI yang berbarengan dengan kampanye internasional Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) strategis untuk bersama-sama membangun peradaban yang berkeadilan.(wn/an)