Pertama, dalam kaitan dengan isu agama, Indonesia dianggap masih memiliki nilai-nilai agama yang belum optimal, terutama terkait kemampuan literasi keagamaan dalam mendukung pembangunan inklusif, moderat serta berorientasi kemaslahatan.
“Dari sisi (isu) budaya, karakter dan jati diri bangsa yang kita wariskan beratus-ratus tahun dari nenek moyang kita ternyata saat ini juga terancam dengan berbagai unsur negatif budaya global,” kata Vivi dalam Forum Konsultasi Publik (FKP) 2023 dalam Rangka Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 yang dipantau secara virtual di Jakarta, Kamis.28/12
Menurut dia, berbagai kearifan lokal masih belum dipertimbangkan sebagai modal dasar pembangunan terutama untuk menggerakkan transformasi masyarakat dan pembangunan.
Isu strategis ketiga berkaitan dengan keluarga berkualitas, kesetaraan gender dan masyarakat inklusif. Dia menyatakan bahwa Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia harus dapat melindungi anak-anak dari ancaman krisis moral dan karakter.
Kemudian, dari sisi kualitas lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati, disebutkan bahwa kualitas udara, air, tutupan lahan, dan air laut Indonesia yang menurun.
“Contohnya, Indeks Keselamatan Laut atau Ocean Health Index Indonesia saat ini berada pada peringkat 152 dari 220 wilayah global,” ungkapnya.
Sebagai negara kepulauan terbesar, lanjutnya, menjadi kewajiban seluruh pemangku kepentingan untuk membangun kualitas lingkungan hidup, termasuk laut, supaya tidak menimbulkan biaya kesehatan akibat adanya pencemaran, seperti pengotoran laut yang saat ini masih tinggi.
Selain itu, terdapat setidaknya 10 provinsi yang memiliki status tempat pembuangan akhir (TPA) melebihi kapasitas daya tampung. Apabila tidak ada tindak lanjut untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka semua TPA sudah over load pada tahun 2027.
Laju kepunahan spesies global, termasuk Indonesia, juga semakin tinggi karena adanya invasi spesies pendatang seperti belalang merah dan hama-hama lainnya yang merusak pertanian di berbagai daerah.
Melihat dari isu energi, masih banyak penduduk Indonesia yang masih bekerja di sektor energi tak terbarukan, seperti batu bara, minyak dan gas. Padahal, sebagian wilayah timur Indonesia kaya sumber-sumber potensi energi terbarukan.
Efisiensi pengusahaan dan pemanfaatan energi juga disebut belum berjalan dengan baik. Menimbang hal tersebut, hilirisasi energi berbagai kawasan industri perlu dipertimbangkan untuk menggunakan energi terbarukan.
Selanjutnya, institusi pengelolaan energi yang belum efisien masih didominasi oleh BUMN energi dan peran pemerintah pusat dalam permasalahan pengelolaan energi masih perlu dibereskan.
“Terakhir, terkait dengan (isu) pangan, sebagai negara dengan penduduk terbesar keempat, tentunya menjadi super penting. Peningkatan kebutuhan tidak hanya dari sisi ketersediaan, tetapi juga kualitas perlu dibarengi juga dengan perbaikan konsumsinya,” katanya.
Menurut dia, rendahnya keterjangkauan, kualitas konsumsi dan juga keamanan pangan menjadi isu, dan tentunya rendahnya kesejahteraan petani dan nelayan masih menjadi isu saat ini. ( wan/an)