Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi ad-interim Erick Thohir menekankan bahwa Indonesia seharusnya tidak hanya sekadar menjadi target pasar oleh berbagai produsen digital, termasuk di industri gim.
“Kita tidak anti-asing, tapi kita nggak mau jadi market saja. Inilah kenapa hari ini saya tekankan juga kolaborasi win-win partnership itu penting. Jadi yang kita harapkan ini menjadi sebuah hal yang baik buat semua,” kata Erick usai menghadiri acara Asia Creative and Digital Economy Youth Summit (ACE-YS) di TMII, Jakarta, Sabtu.28/10
Oleh sebab itu, keberadaan Perpres tersebut dinilai penting untuk mendukung pengembangan industri gim lokal.
Melalui Perpres, Erick berharap industri gim lokal dapat berkembang lebih luas, tidak hanya memproduksi gim itu sendiri melainkan juga produk-produk turunannya. Dia juga berharap nantinya BRIN bisa berkolaborasi dengan universitas untuk mendukung pengembangan industri gim.
Dia menyebutkan 150 juta orang di Indonesia mengonsumsi gim global. Dengan kata lain, Indonesia memiliki pangsa pasar yang besar untuk industri ini. Sayangnya, Indonesia tidak mendapatkan keuntungan secara ekonomi.
Erick juga berharap, produsen gim global nantinya dapat bekerja sama dengan Indonesia untuk mengembangkan gim nasional.
“Makanya, kemarin saya rapat, saya bilang keberatan. Ini mesti fair sama bangsa Indonesia. Kita jangan disedot terus secara ekonominya, tetapi bagaimana kita win-win, saling menguntungkan,” kata dia.
Sementara itu, Deputi Menko Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenkomarves Odo RM Manuhutu mengatakan 99,5 persen pendapatan industri gim mengalir ke luar negeri.
Kehadiran Perpres, salah satunya, menjadi upaya pemerintah agar 70 persen pendapatan industri gim bisa masuk ke Indonesia melalui industri gim lokal. Target ini, kata Odo, diharapkan tercapai pada 2024 hingga 2025.
Odo juga menjelaskan, Perpres tentang industri gim nasional turut mendorong pencetakan sumber daya manusia yang mumpuni melalui pelatihan-pelatihan.
Selain itu, Perpres juga mengakomodasi sejumlah tantangan yang dihadapi industri gim termasuk terkait dengan akses pembiayaan, pengembangan perangkat lunak dan keras, hingga kegiatan promosi.
“Anak-anak muda kita lebih banyak main gim asing, jadi mereka diambil ceruknya. Kita ingin balik. Caranya, anak-anak muda kita memproduksi gim-gim lokal. Salah satunya harus memperbaiki kualitas SDM-nya, software, bagaimana aturan-aturan turunannya yang harus diperbaiki,” kata Odo. ( wan/ar,)