“Kita menyayangkan dan menyesalkan kenapa ini segitu tingginya tarif akomodasi baik hotel dan transportasi. Kalau seperti ini kan sudah tidak sehat,” ujar Warisin di Mataram, Rabu.26/1
Anggota DPRD NTB dari Dapil Kabupaten Lombok Timur ini mengaku sudah banyak mendapatkan keluhan dan masyarakat terkait tingginya akomodasi saat MotoGP nanti. Apalagi saat ini seluruh kamar hotel sudah “fulbooking”, padahal ajang balap paling bergengsi di dunia itu masih akan berlangsung Maret.
“Ini sudah banyak laporan datang ke kami. Belum apa-apa hotel sudah penuh,” ucapnya.
Khaerul Warisin memahami ada kenaikan tarif seiring tingginya permintaan, namun mestinya kenaikan tersebut dalam batas-batas yang wajar. Tidak berdasarkan “aji mumpung” atau memanfaatkan peluang atau kesempatan yang ada karena ada MotoGP.
“Harga itu tidak boleh karena “aji mumpung” dengan memanfaatkan peluang ada MotoGP terus menaikkan tarif se-enaknya. Mestinya disesuaikan. Karena yang kita carikan bukan satu kali tapi bagaimana ini berkelanjutan usaha lancar. Tidak dengan memanfaatkan momen aji mumpung,” tegas Khairul Warisin.
“Kita juga menyadari wilayah kita masih kekurangan kamar hotel dan transportasi. Hukum pasar atau ekonomi berlaku. Tapi tidak semua harus menaikkan harga,” sambung anggota Komisi II Bidang Perekonomian ini.
Menurut dia, mestinya pelaku industri pariwisata di NTB memikirkan dan menyadari bagaimana bisnis usaha ataupun pariwisata yang berkelanjutan. Tidak semata-mata berdasarkan hal-hal yang sifatnya sementara. Karena pihaknya tidak ingin tamu yang datang ke Lombok tidak datang kembali lagi karena menilai terlalu mahal untuk liburan ke Lombok saja.
“Perlu di ingat mereka yang datang itu kan tidak semata-mata menonton tetapi juga ingin menikmati destinasi lain di tempat kita. Kalau ini semuanya mahal bagaimana mereka mau datang lagi sehingga hal-hal seperti ini yang kita tidak mau,” katanya.
Oleh karena itu, Warisin meminta Pemerintah Provinsi NTB dalam hal Gubernur Zulkieflimansyah untuk segera turun tangan mengatasi persoalan tersebut. Karena jika ini terus dibiarkan destinasi NTB akan ditinggalkan.
“Kita minta Gubernur NTB ini turun. Panggil semua pelaku pariwisata jangan suruh Kepala Dinas Pariwisata NTB saja. Kumpulkan semua berikan saran mumpung masih banyak waktu sebelum MotoGP berlangsung. Saya yakin kalau gubernur turun pasti ada jalan keluar dari persoalan ini,” katanya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (ASITA) NTB, Dewantoro Umbu Joka mengaku tidak habis pikir dengan harga kamar hotel yang melambung tinggi menjelang MotoGP di Sirkuit Mandalika.
Padahal kata dia, sebagian besar harga kamar standar di kisaran kurang dari Rp1 juta. Adapun harga kamar Rp2 – 3 jika dilengkapi dengan kolam renang pribadi. Namun menjelang MotoGP Mandalika ini, harga kamar tersebut naik berkali lipat.
“Saya tidak ingin harga kamar menjadi mahal sehingga calon penonton MotoGP Mandalika memilih hotel di Bali atau akomodasi lain yang lebih refsentatif. Kalau terus begini kan ujungnya juga nanti kita yang rugi semua,” katanya.
Untuk itu, Umbu berharap tidak hanya hotel atau transportasi yang menikmati untung. Melainkan pusat oleh-oleh, UMKM, restoran, dan pramuwisata juga mendapatkan manfaat dari perhelatan MotoGP tersebut.
“Harapan kita itu, tamu-tamu itu tidak hanya datang nonton tetapi bagaimana mereka juga bisa belanja, sehingga semua merasakan,” katanya.(wan/an/ar)